Minggu, 13 Maret 2011

Erosi dan Degradasi Lahan


PREDIKSI EROSI YANG DIPERBOLEHKAN (Edp)
DAN DEGRADASI FISIK TANAH DAERAH GUNUNG PADANG SUMATERA BARAT

Dedi Hermon



Degradasi lahan umumnya dipercepat dengan adanya sistem pengelolaan lahan yang tidak memakai konsep dan teknik-teknik konservasi tanah. Lahan-lahan dikelola dan dimanfaatkan tanpa memperhatikan kemampuan dari lahan itu sendiri. Lahan-lahan yang sesuai untuk dijadikan areal hutan sering digunakan untuk areal permukiman dan pertanian intensif sehingga proses penghanyutan tanah oleh aliran permukaan (run off) akan menimbulkan erosi yang sangat berbahaya terhadap kelestarian tanah, sehingga dengan sendirinya terjadi kerusakan lahan akibat terjadinya penurunan (degradasi) kualitas fisik dan kimia lahan. Untuk lahan-lahan yang mempunyai kelas kemampuan lahan IV-VIII, pemerintah mengarahkan untuk dijadikan sebagai lahan hutan, baik sebagai hutan produksi maupun sebagai hutan primer, hal ini bertujuan agar kerusakan tanah dapat diminimalkan, sehingga kelestarian tanah bisa secara berkelanjutan.
Proses erosi diawali dengan penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi yang lebih besar dari daya tanah tanah. Erosi umumnya dipengaruhi oleh iklim, tanah, lereng, vegetasi, dan aktivitas manusia dalam hubungannya dengan pemakaian tanah. Faktor iklim yang berperan adalah curah hujan dan lamanya hari hujan. Curah hujan yang mempunyai intensitas tinggi dan waktu hujan yang relatif lama akan menimbulkan erosi yang sudah mengarah pada kerusakan tanah. Demikian pula halnya dengan kondisi tanah, kemiringan lereng, pola penggunaan lahan untuk tanaman yang diusahakan oleh manusia.
Daerah Gunung Padang terletak di Kelurahan Mato Air Kecamatan Padang Selatan Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Morfologi daerah Gunung Padang merupakan perbukitan dengan ketinggian sedang serta memiliki lereng yang sedang sampai sangat curam (kemiringan lereng rata-rata 300–650). Kondisi daerah Gunung Padang saat ini sudah sangat kritis dan degradasi fisik tanah sudah mencapai pada level yang memprihatinkan. Dengan demikian kajian erosi yang diperbolehkan (Edp) di daerah Gunung Padang adalah untuk menaksirkan berapa proses kehilangan tanah akibat erosi untuk mencegah terjadinya kerusakan tanah. Nilai yang diperoleh dari Edp sangat erat hubungannya dengan proses reklamasi lahan agar kelestarian lahan dapat bertahan sepanjang masa dalam mendukung proses kehidupan, terutama kehidupan manusia.
Penelitian ini lakukan melalui tiga tahapan yaitu: tahap pra-lapangan, tahap lapangan, dan tahap pasca-lapangan. Pada tahap pra-lapangan dilakukan studi pustaka untuk mengumpulkan bahan-bahan penelitian, menyiapkan alat-alat penelitian, interpretasi peta-peta penelitian untuk membuat peta satuan lahan lokasi penelitian, dan penentuan titik sampel pada masing-masing satuan lahan. Penentuan titik sampel untuk mengambil data kondisi fisik pada lokasi penelitian dilakukan dengan memakai sampel area dengan teknik stratified random sampling, dengan batasan penentuan dan pengambilan sampel adalah satuan lahan.
Nilai edp pada setiap titik sampel di daerah penelitian lebih tinggi dari ketetapan yang telah ditetapkan oleh Hammer (1981) yaitu >4,2 ton/ha/tahun. Hal ini mencirikan bahwa daerah penelitian sudah mengalami proses erosi yang dipercepat sangat intensif. Nilai edp daerah penelitian berkisar antara 9,90 ton/ha/tahun - 125,7 ton/ha/tahun, yang sangat jauh melebihi dari standar yang telah ditetapkan (4,2 ton/ha/tahun). Distribusi nilai edp yang diperoleh di daerah penelitian menunjukan bahwa tanah-tanah di daerah penelitian sudah mengalami proses erosi yang sangat intensif. Hal ini diakibatkan oleh pola penggunaan lahan yang diterapkan oleh masyarakat tidak mengacu pada rencana penggunaan lahan (land use planning) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga lahan-lahan diolah tidak sesuai dengan kemampuan dari lahan itu sendiri.
Tingkat degradasi di daerah penelitian dapat dikelompokan atas 3, yaitu tingkat degradasi rendah, tingkat degradasi sedang, dan tingkat degradasi tinggi. Masing-masing tingkat degradasi mempunyai faktor pembatas dan faktor pendukung, dimana faktor pembatas merupakan faktor yang berada di atas criteria degradasi, sedangkan faktor pendukung merupakan faktor yang berada di bawah criteria degradasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar