Minggu, 13 Maret 2011

Spatial Longsor


ANALISIS SPATIAL BAHAYA DAN RISIKO LONGSORLAHAN DI GUNUNG PADANG SUMATERA BARAT
Dedi Hermon* dan Triyatno*

ABSTRACT
The purposes of this research are knowing the dangerious and predicting risk level of land erosion and it influences to Gunung Padang area in West Sumatera. This research in including to descriptive research with laboratorium and orientation area. The orientation area will be done by finding coordinate and taking sample using stratified random sampling technique with their stratum are land unit. The laboratorium orientation will be done to analyze sample of soil which related to this research. From analyzing result of this research will get the effect level of land erosion research area will be divided into low and middle effect level of field erosion.  Low effect level of field erosion lies on land unit V1.Q Ta.III.Incept.Kc with 28 total harkat and land unit M2.Ea.I.Ent.Kc with 26 total harkat. In other hand for other land unit become middle with 29-39 total harkat. Then, analyze result for risk level place research of field erosion, will get high and middle risk level of land erosion. Land unit which has high risk level of land erosion is V1.Q Ta.III.Incept.Kc, V1.Q Tau.IV.Ult.P, and V1.Q Tau.IV.Oks.P, where lost of people between 55-153 (>10 million) and lost of economic between 140-550 (>100 million). And others land unit devide into middle risk level of land erosion.

Key Word :     Land erosion, Dangerious of Land Erosion, Risk of Land Erosion, Land Unit


PENDAHULUAN
Longsorlahan merupakan peristiwa pergerakan massa tanah/batuan ke arah miring, mendatar, atau vertikal pada suatu lereng. Dengan demikian, tanah longsor dapat terjadi pada batuan, tanah, timbunan, maupun kombinasi antaranya. Gerakan material tersebut dapat berupa runtuhan, guguran, maupun gelinciran. Pada prinsipnya longsorlahan terjadi karena terganggunya keseimbangan lereng akibat adanya pengaruh gaya-gaya yang berasal dari dalam lereng (misalnya, gaya gravitasi, tekanan air di dalam lereng, dll) atau gaya-gaya yang berasal dari luar lereng, misalnya, pembebanan yang berlebihan pada lereng (Dipo, 2002; Marsaid, 2002; Rustriningsih; 2002).
Longsorlahan yang terjadi pada suatu daerah akan menimbulkan bencana yang bisa menimbulkan kerugian harta dan jiwa.  Elifas (1989); Sartohadi (2002); Mardiatno (2002),  mengatakan bahwa secara umum longsorlahan dipengaruhi oleh lima parameter, yaitu kondisi geologi, curah hujan dan intensitas hujan, vegetasi, dan gempa bumi, serta eksploitasi oleh manusia. Berdasarkan frekwensi kejadian, intensitas, dan kondisi geologinya, daerah Sumatera Barat merupakan daerah yang cukup potensial sekali dalam setahun terjadi longsorlahan.
Daerah Gunung Padang yang terletak di kelurahan Mato Air kecamatan Padang Selatan kota Padang, propinsi Sumatera Barat, mempunyai morfologi perbukitan, yang terdiri dari Bukit Gado-gado, Bukit Lantiak, dan Bukit Air Manis, umumnya mempunyai kemiringan lereng antara 300 – 650 dan dengan puncak tertinggi berelevasi + 321 mdpl. Dari segi geologi, satuan batuan daerah Gunung Padang terdiri atas  batuan andesit dan tuff (Kastowo, 1972). Kemudian, daerah ini umumnya digunakan untuk pemukiman penduduk, lahan kebun campuran, dan holtikultura, sedangkan lahan hutan yang menyusun daerah sudah tidak memenuhi batasan yang disarankan dalam metode konservasi lahan, yaitu lahan hutan <40%. Dengan curah hujan yang relatif tinggi setiap tahunnya, maka daerah ini sangat rawan sekali untuk terjadinya peristiwa longsorlahan.
Masalah yang muncul di daerah Gunung Padang adalah banyaknya daerah-daerah yang tidak sesuai untuk permukiman, dimanfaatkan oleh penduduk untuk mendirikan bagunan permukiman. Akibat pembangunan permukiman tersebut akan menyebabkan kurangnya kawasan konservasi, sehingga akan menambah berat massa tanah akibat terbebani oleh bangunan. Pada awal musim hujan, air hujan yang jatuh ke tanah akan lebih muda masuk ke dalam tanah dengan membawa partikel-partikel tanah halus (liat dan lempung), sehingga akan terbentuk bidang gelincir di bawah permukaan tanah yang kedap air.
Kejadian longsorlahan di Gunung Padang banyak menimbulkan kerugian bagi masyarakat, berupa hancurnya bangunan, kerusakan prasarana fisik, dan korban meninggal dunia. Mengingat rawannya daerah Gunung Padang terhadap bencana longsorlahan, maka perlu adanya analisis spatial dan risiko longsorlahan yang digunakan untuk mereduksi kerugian yang akan ditimbulkan oleh longsorlahan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei yang dilakukan secara deskriptif, berdasarkan pada satuanlahan. Penentuan dan pengambilan sampeldilakukan secara Stratified Random Sampling dan satuanlahan dianggap sebagai stratum, sehingga pada titik pengamatan di lokasi penelitian terdapat 10 titik pengamatan. Indikator yang dianalisis adalah: (1) data-data morfologi lahan menurut  Zuidam (1979), mencakup data lereng (kemiringan lereng, bentuk lereng, panjang lereng), data ketinggian, data batuan (struktur pelapisan batuan, pelapukan batuan, kedalaman pelapukan batuan), data hidrologi (keterdapatan mata air tanah dan kedalaman muka air tanah), data penggunaan lahan, data curah hujan, data kedalaman solum tanah dan (2) data tanah, yaitu tekstur tanah dan peremabilitas tanah. Tabulasi data morfologi lahan dan tanah ini digunakan untuk menentukan tingkat bahaya longsorlahan dan risiko longsorlahan lokasi penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Tingkat Bahaya Longsorlahan Gunung Padang
Analisis tingkat bahaya longsolahan didasarkan pada kondisi fisik lokasi penelitian berupa satuanlahan, yang disusun berdasarkan bentuklahan, lereng, penggunaan lahan, dan jenis tanah. Hasil analisis terhadap tingkat bahaya longsorlahan di lokasi penelitian (Tabel 4.6), diperoleh dua kelas tingkat bahaya lonsorlahan, yaitu kelas tingkat bahaya longsorlahan dengan kriteria rendah dan kelas tingkat bahaya longsorlahan dengan kriteria sedang.
Kelas tingkat bahaya longsorlahan dengan kriteria rendah terdapat pada satuanlahan V1.Q.Ta.III.Incept.Kc dan satuanlahan M2.Ea.I.Ent.Kc. Satuanlahan V1.Q.Ta.III.Incept.Kc merupakan daerah bukit Gado-Gado dengan kemiringan lereng 27% (curam), panjang lereng 12,0 m (pendek), dan bentuk lereng umumnya cekung. Rendahnya tingkat bahaya longsorlahan pada daerah ini disebabkan oleh karakter tanah Inceptisols dan pola penggunaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat. Tanah Inceptisols di daerah ini mempunyai tekstur lempung, sehingga kemampuan menyerap dan menahan air sangat tinggi. Dengan demikian, bahaya aliran permukaan (run off) dan aliran bawah permukaan yang


































































merupakan indikator pendukung longsorlahan dapat diminimalkan. Pada satuanlahan M2.Ea.I.Ent.Kc merupakan daerah dataran di daerah bukit Air Manis yang umumnya digunakan untuk kebun campuran oleh masyarakat.
Tingkat bahaya lonsorlahan kriteria sedang umumnya terdapat pada satuanlahan V1.Q.Tau.IV.Ult.P, V1.Q.Tau.II.Incept.Kc, dan V1.Q.Tau.II.Incept.Kc. Satuan-satuanlahan ini  merupakan satuanlahan yang terdapat di daerah bukit Gado-Gado. Umumnya daerah ini digunakan untuk daerah pertanian dan pemukiman. Pertanian yang diusahakan di daerah ini adalah pertanian kebun campuran yang dikelola tidak memakai teknik konservasi lahan, sehingga terjadi degradasi sifat-sifat tanah, terutama degradasi sifat fisika tanah. Tanah umumnya mempunyai kedalaman solum <70 cm dan tekstur yang relatif halus, yaitu liat dan liat berdebu.  Terjadinya degradasi sifat fisika tanah akan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tanah terhadap bahaya run off dan longsorlahan.
Pada satuanlahan V1.Q.Tau.IV.Oks.P dan V1.Q.Tau.V.Ent.Kc yang merupakan daerah bukit Lantiak juga tergolong pada tingkat bahaya longsorlahan dengan kriteria sedang.  Dengan kemiringan lereng yang tergolong curam sampai sangat curam merupakan faktor yang sangat mendukung terjadinya peristiwa longsorlahan. Pada satuanlahan V1.Q.Tau.IV.Oks.P, tersusun oleh tanah Oksisols dan digunakan oleh masyarakat untuk lokasi pemukiman. Dengan demikian, pola penggunaan lahan yang dilakukan tidak sesuai dengan petunjuk dari teknik konservasi lahan. Dimana lahan-lahan di daerah ini seharusnya digunakan untuk hutan. Dengan digunakannya lahan ini untuk pemukiman maka secara langsung mempercepat dan meningkatkan terjadinya longsorlahan. Sedangkan pada satuanlahan V1.Q.Tau.V.Ent.Kc tersusun oleh tanah Entisols dan pola penggunaan lahan kebun campuran.  Lokasi ini ditandai oleh degradasi tanah yang cukup kritis, dimana ditemui batuan-batuan lepas dipermukaan tanah. Dengan curah hujan yang tinggi setiap bulannya (293,3 mm/bl) jelas akan mengakibatkan lepasnya masing-masing partikel tanah sehingga daya simpan air didalam tanah tidak optimal. Hal ini sangat mempunyai potensi yang cukup besar untuk terjadinya longsorlahan.
Kemudian, pada satuanlahan V1.Q.Tau.IV.Oks.Kc, V1.Q.Tau.II.Oks.Kc, dan V1.Q.Tau.II.Ent.P yang terdapat di daerah bukit Air Manis juga tergolong pada kriteria sedang. Bahaya longsorlahan yang tergolong pada kriteria sedang di daerah ini umumnya disebabkan oleh karakter jenis tanah yang potensial untuk longsor (Oksisols) sedangkan pada satuanlahan yang tersusun oleh tanah Inceptisols, bahaya longsorlahan dipengaruhi oleh adanya proses pemotongan  lereng untuk dijadikan pemukiman.
      
2. Analisis Tingkat Risiko Longsorlahan Gunung Padang
Analisis tingkat risiko longsorlahan lokasi penelitian didasarkan pada aspek-aspek sosial ekonomi, seperti kerugian jiwa kalau terjadi longsorlahan (jumlah dan kepadatan penduduk) serta perkiraan kerugian ekonomi. Hasil analisis tentang tingkat risiko longsorlahan lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Tingkat Risiko Longsorlahan Lokasi Penelitian

Sampel
Lokasi
(Bukit)
Tk.Bahaya Longsor-
lahan
Sosial Ekonomi
Elemen  yang Berisiko
H
 S + E
Tk.Risiko
 Longsor-
lahan
No
Satuanlahan
K.Jiwa
K.Eko (Rp)
H
D.P
H
D.J
C
T.P
D.E
C
1
V1.Q Ta.III.Incept.Kc
Gado2
27
55
>10
P+S
550
>100
1
<50
0,5
1,5
Tinggi
2
V1.Q Tau.IV.Ult.P
Gado2
38
153
>10
P
170
>100
1
>50
1
2
Tinggi
3
V1.Q Tau.IV.Oks.P
Lantiak
38
76
>10
P
140
>100
1
>50
1
2
Tinggi
4
V1.Q Tau.V.Ent.Kc
Lantiak
29
9
<10
P
80
<100
0,5
<50
0,5
1
Sedang
5
V1.Q Tau.II.Incept.Kc
Gado
35
7
<10
SP
40
<100
0,5
<50
0,5
1
Sedang
6
V1.Q Tau.IV.Oks.Kc
A.Manis
39
8
<10
SP
50
<100
0,5
<50
0,5
1
Sedang
7
V1.Q Tau.II.Oks.Kc
A.Manis
42
8
<10
SP
50
<100
0,5
<50
0,5
1
Sedang
8
V1.Q Tau.II.Ent.P
A.Manis
32
6
<10
SP
40
<100
0,5
<50
0,5
1
Sedang
9
M2.Ea.I.Ent.Kc
A.Manis
26
7
<10
P
60
<100
0,5
<50
0,5
1
Sedang
10
V1.Q Tau.II.Incept.Kc
Gado
34
9
<10
P
80
<100
0,5
<50
0,5
1
Sedang
Sumber: Analisis Data Hasil Penelitian (2005)
      Ket: K.Jiwa, Kerugian Jiwa (dlm jiwa); K.Eko, Kerugian Ekonomi (dlm jutaan rupiah)
              D.J, Perkiraan Data Kerugian Jiwa (dlm jiwa) pada Satuanlahan
              D.P,Data Pemukiman, Prasarana Fisik dan Sosial Ekonomi pada Satuanlahan
              D.E,Data Kerugian Ekonomi (dlm jutaan rupiah) pada Satuanlahan          
              T.P, Tipe Pemukiman; P+S, Pemukiman Permanen ditambah Peninggalan Sejarah
              H, Harkat
              H S+E, Total Harkat (harkat sosial ekonomi ditambah harkat elemen yang berisiko)
2.1. Satuanlahan yang Memiliki Risiko Sedang
Satuanlahan yang  memiliki risiko longsorlahan sedang merupakan satuanlahan jika terjadi longsorlahan menimbulkan kerugian <10 jiwa dan kerugian harta benda antara 10 – 100 juta. Satuanlahan yang memiliki risiko sedang adalah satuanlahan V1.Q.Tau.V.Ent.Kc yang terdapat di daerah bukit Lantiak, satuanlahanV1.Q.Tau.II.Incept.Kc dan V1.Q.Tau.II.Incept.Kc yang terdapat di daerah bukit Gado-Gado, dan satuanlahan V1.Q.Tau.IV.Oks.Kc, V1.Q.Tau.II.Oks.Kc, V1.Q.Tau.II.Ent.P, dan M2.Ea.I.Ent.Kc yang terdapat di daerah bukit Air Manis.
Tingkat risiko longsorlahan sedang pada setiap satuanlahan tersebut disebabkan oleh bentuk penggunaan lahannya berupa kebun campuran dengan tipe tanaman non industri dan tergolong pada areal “asal tanam” tanpa ada perencanaan dan manajemen lahan yang baik. Sedangkan penggunaan lahan untuk pemukiman, umumnya tipe pemukiman yang terdapat di daerah ini adalah bangunan semi permanen, serta terdapat pada kawasan konservasi.
4.2.2.2. Satuanlahan yang Memiliki Risiko Tinggi
Satuanlahan yang  memiliki risiko longsorlahan tinggi merupakan satuanlahan jika terjadi longsorlahan menimbulkan kerugian >10 jiwa dan kerugian harta benda antara >100 juta. Satuanlahan yang memiliki risiko tinggi adalah satuanlahan V1.Q.Ta.III.Incept.Kc dan V1.Q.Tau.IV.Ult.P yang terdapat di daerah bukit Gado-Gado, serta satuanlahan V1.Q.Tau.IV.Oks.P yang terdapat di daerah bukit Lantiak.
Tingkat risiko longsorlahan tinggi pada satuanlahan V1.Q.Ta.III.Incept.Kc di bukit Gado-Gado disebabkan oleh terdapatnya bangunan bersejarah berupa benteng pertahanan peninggalan zaman Belanda, sedangkan pada satuanlahan V1.Q.Tau.IV.Ult.P yang juga terdapat di daerah bukit Gado-Gado dan satuanlahan V1.Q.Tau.IV.Oks.P yang terdapat di daerah bukit Lantiak tergolong mempunyai nilai risiko longsorlahan tinggi disebabkan oleh pola penggunaan lahan umumnya digunakan untuk lokasi pemukiman dengan bangunan permanen.


SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: tingkat bahaya dan risiko longsorlahan di daerah Gunung Padang mencerminkan bahwa daerah tersebut sangat potensial terjadinya bencana longsorlahan, hal ini disebabkan oleh rentannya tanah terhadap penghancuran akibat tingginya curah hujan. Untuk menghindarkan terjadinya bencana longsorlahan yang berkepanjangan maka perlu dilakukan  program reklamasi dan konservasi lahan secara vegetatif untuk mempercepat proses pelapukan batuan dan untuk menyangga tanah sehingga bahaya longsorlahan dapat ditekan semaksimal mungkin.

DAFTAR PUTAKA
Dipo, T.S., (2002), Bencana Tanah Longsor Kabupaten Kulon Progo dan Upaya Mitigasi Bencana, Simposium Nasional Pencagahan Bencana Sedimen. ISDM Project. Yogyakarta

Elifas, D.J., (1989), Geologi Kwarter Kaitannya Dengan Gerakan Tanah Sebagai Salah Satu Bencana Alam  yang Menonjol di Indonesia, Makalah dalam Lokakarya Geologi Kwarter, Kerjasama PPPG-JICA, Bandung

Kastowo., (1979), Peta Geologi Lembar Padang, Direktorat Geologi, Bandung

Mardiatno, D., (2002), Analisis Risiko untuk Menilai Tingkat Risiko Longsor, Simposium Nasional Pencagahan Bencana Sedimen. ISDM Project. Yogyakarta

Marsaid, (2002), Kebijakan Pemerintah Kab. Purworejo dalam Penanggulangan Bencana Alam Longsor, Simposium Nasional Pencagahan Bencana Sedimen. ISDM Project. Yogyakarta

Rutriningsih, (2002), Kebijakan Pengendalian Bencana Alam Tanah Longsor di Kab. Kebumen, Simposium Nasional Pencagahan Bencana Sedimen. ISDM Project. Yogyakarta






Tidak ada komentar:

Posting Komentar