Minggu, 13 Maret 2011

Wawasan Kebangsaan


MENYIKAPI PERMASALAHAN BANGSA
WAWASAN KEBANGSAAN, APAKAH CUMA WACANA?

Oleh: Dr. Dedi Hermon



Kalau diurut satu persatu, rasanya permasalahan bangsa ini sangat banyak dan cukup komplek, mulai dari permasalahan antara individu masyarakat, permasalahan individu dengan masyarakat, permasalahan negara dengan rakyat, sampai pada permasalahan negara dengan negara lain. Informasi yang selalu aktual dari Mingguan Garda Minang, edisi 126 bulan Mei 2005, tentang bungkamnya Dinas Kehutanan Kota Padang akan kasus-kasus penebangan hutan secara liar di Kota Padang, kasus pembunuhan Tasman, sampai pada permasalahan tentang kecemasan akan terjadinya politik uang (money politic) dalam Pilkada Langsung, merupakan sebagian kecil dari beragamnya permasalahan yang terjadi di Sumatera Barat. Dalam lingkup Nasional, mulai dari kasus GAM di NAD, RMS di Maluku, Papua Merdeka di tanah Papua, korupsi di KPU,  kasus kematian (tokoh HAM) Munir, sengketa Ambalat antara NKRI dengan Malaysia, sampai pada permasalahan pembakaran jaring ikan (pukat) dan kapal nelayan RI oleh tentara Timor Leste, yang keseluruhannya  belum bisa diselesaikan dengan bijak oleh Pemerintah. Muncul dan terus munculnya permasalahan tersebut yang selalu tidak tuntas diselesaikan akibat tidak tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai wawasan kebangsaan dalam pribadi warga negara, baik pada masyarakat biasa  maupun pada masyarakat luar biasa yang tergolong pemerintah (pejabat dari yang terendah sampai tertinggi), sehingga tidak ada kiat-kiat untuk mencegah terjadinya permasalahan yang akhirnya berakibat kepada ketidaktentraman dan ketidaknyamanan masyarakat untuk hidup berbangsa dan bernegara.
Secara ilmiah, wawasan kebangsaan merupakan sudut pandang atau cara memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati dirinya sebagai suatu bangsa dan memandang diri serta bertingkah laku sesuai dengan falsafah hidup bangsa dalam lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Wawasan ini menentukan cara suatu bangsa mendayagunakan kondisi geografis negara, sejarah, sosio-budaya, ekonomi, dan politik, serta pertahanan keamanan dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional. Wawasan ini juga menentukan bagaimana bangsa Indonesia mampu menempatkan diri dalam tata berhubungan sesama bangsa (masyarakat) dan bergaul dengan bangsa-bangsa lain di dunia (internasional) secara bebas dan aktif. Dalam wawasan kebangsaan terkandung komitmen dan semangat persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan membutuhkan pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan masa datang serta berusaha mengali potensi bangsa. Wawasan kebangsaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan berkembang dan mengkristal tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam membentuk negara ini. Konsep wawasan kebangsaan Indonesia tercetus pada waktu diikrarkannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai tekad perjuangan yang merupakan konvensi nasional tentang pernyataan eksistensi bangsa Indonesia, yaitu: satu nusa, satu bangsa, dan menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Wawasan ini pada hakekatnya tidak membedakan asal suku, keturunan, ataupun perbedaan warna kulit.
Nilai wawasan kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa memiliki enam dimensi manusia  yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu:
a.      Penghargaan terhadap Harkat dan Martabat Manusia sebagai Mahluk Ciptaan Tuhan YME

Penghargaan harkat dan martabat manusia merupakan cerminan dari hak azasi manusia, yaitu hak yang diberikan Tuhan YME sejak individu itu lahir ke dunia. Dengan demikian wahana kehidupan religius diwujudkan dengan kebebasan memeluk agama dan menganut kepercayaan terhadap Tuhan YME akan dilindungi oleh negara, serta kebebasan bersikap dan bertindak yang dibatasi oleh rambu-rambu demokrasi. Permasalahan selalu muncul apabila karakter orang-orang yang dipekerjakan negara sebagai abdinya tidak paham akan arti penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, sehingga terjadi saling teror antar umat beragama yang diprovokasi oleh oknum-oknum pemerintah, pembunuhan terencana yang juga dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah, sampai pada tokoh intelektual dibelakang pembunuhan Munir. Di Sumatera Barat yang relatif masih bersuku sama (minang), penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia belum optimal diterapkan. Masih adanya pelecehan-pelecehan sebagian masyarakat di suatu daerah terhadap masyarakat di daerah lain tentang agama dan adat istiadat sangat rentan sebagai pemicu perpecahan, sehingga berdampak pada ketidaknyamanan masyarakat  untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b.      Tekad Bersama untuk Berkehidupan Kebangsaan yang Bebas, Merdeka, dan Bersatu

Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, maju, dan mandiri akan berhasil apabila terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. Persatuan dan kesatuan yang dimaksud di sini adalah persatuan setiap komponen masyarakat, bangsa, dan negara dengan satu rasa dan keinginan untuk hidup tenang, damai, dan sejahtera dalam NKRI tanpa memandang suku dan agama. Permasalahan yang sering muncul adalah keinginan satu golongan untuk hidup tenang, damai, dan sejahtera tanpa peduli akan golongan lain. Maraknya praktek KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) di Indonesia adalah cerminan dari pencapaian kesejahteraan pribadi dan golongan sehingga timbul kecemburuan dari pribadi atau golongan lain yang menjurus pada perpecahan. Masalah desintegrasi Nasional yang kini terjadi di NKRI disebabkan oleh ketidakadilan pemerintah dalam bertindak dan bersikap. Satu daerah dipoles secantik mungkin dan daerah lain dibiarkan rumit dengan kukusutan. Hal ini terjadi akibat adanya sifat kedaerahan dari pejabat bukan sifat kenasionalan. Yang seharusnya pejabat (pemerintah) tidak lagi mempunyai sikap pandang kedaerahan tapi harus adil dan jujur secara nasional. Beruntung kalau seluruh rakyat Indonesia bersifat seperti masyarakat Sumatera Barat yang hanya sabar dan selalu bersikap husnuzzan, kadang hanya mengeluarkan steatment oo..o paja tu..uu, urang ma nyo.. tantu io kampuang nyo nan ka dimaju an nyo..” Tapi bagaimana dengan orang Aceh, Maluku, atau Papua….?
c.       Cinta akan Tanah Air dan Bangsa
 Cinta akan tanah air dan bangsa merupakan nilai sosial dasar yang harus tertanam dalam diri individu masyarakat untuk rela berkorban secara tenaga, moral, dan material demi bangsa dan negara. Kasus Ambalat yang menjadi kasus nasional, yang berawal dari pencaplokan pulau Ambalat oleh Pemerintah Malaysia merupakan kelanjutan dari lemahnya kontrol pemerintah dalam menjaga Harta Bunda Tercinta, yang merupakan  pusaka bagi bangsa dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Saat ini lahir dua versi mengenai kasus Ambalat, yaitu versi yang mendukung keutuhan wilayah Indonesia dan versi yang berusaha menjatuhkan wibawa pemerintah di mata rakyat Indonesia. Versi  yang pertama merupakan golongan masyarakat yang sangat cinta tanah air dan bangsa, golongan ini tidak mau harkat dan martabat serta harga diri  bangsa  jatuh terinjak oleh bangsa lain, dan rela berkorban tenaga, moral, dan material, sedangankan versi  yang kedua merupakan golongan masyarakat  pengumpat dengan kata lain golongan pengunting dalam lipatan. Golongan ini berusaha membuat pemerintah bimbang dan tidak tegas dalam mengambil keputusan dengan dalih-dalih atau alasan  kesejarahan bahwa “kita adalah serumpun”. Mereka mungkin tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa masalah Ambalat bukan masalah rumpun bambu tapi masalah Nasional, masalah Negara, dan masalah harga diri bangsa. Lagi pula yang serumpun dengan Malaysia kan hanya sebagian kecil dari masyarakat Indonesia, lalu yang lainnya bagaimana? Apakah tetap dipaksakan serumpun? Selain kasus Ambalat, rasa cinta pada tanah air dan bangsa juga ternoda dengan perusakan sumberdaya alam, pencurian kayu, penambangan gelap, dan lain sebagainya. Sedangkan disatu sisi pemerintah cuma bisa diam  tanpa mampu bertindak untuk menyelamatkan tanah pusaka  dan kekayaannya dari kehancuran. Apakah rasa cinta pada tanah air dan bangsa sudah beralih pada rasa cinta diamkan saja? Ada apa dibalik diamnya mereka? Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang, “rumput aja tau…!”
d.      Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat
Nasionalisme atau kebangsaan selalu berkaitan erat dengan demokrasi, karena tanpa demokrasi, kebangsaan akan mati bahkan merosot menjadi fasisme atau nazisme, yang bukan saja berbahaya bagi berbagai minoritas dalam bangsa Indonesia tapi juga berbahaya bagi bangsa lain. Dewasa ini, demokrasi yang berkembang di Indonesia masih belum berkembang ke arah demokrasi yang dewasa sehingga kedaulatan rakyat masih belum maksimal dirasakan. Demokrasi yang berkembang lebih condong pada demokrasi yang anarkis, demokrasi yang tidak terbatas. Akibat dari demokrasi ini  terjadi pemaksaan kehendak dari suatu golongan  kepada golongan lain, golongan yang kuat akan selalu menang dari golongan yang lemah. Negara Kesatuan Republik Indonesia  tersusun atas berbagai suku dan agama dengan persentase yang berbeda-beda sehingga diperlukan batasan-batasan dalam sistem demokrasi demi tercapainya kedaulatan rakyat yang adil dan merata. Selain demokrasi yang belum dewasa, sistem demokrasi di Indonesia juga semakin menjurus pada demokrasi negatif, yaitu sistem  demokrasi dengan cara instan dengan menggunakan media-media tertentu. Media yang lebih sering digunakan adalah uang (rupiah) untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Pilkada Lansung yang sebentar lagi berlangsung di Sumatera Barat sangat rawan dengan demokrasi negatif ini. Kalau rakyat sudah mau menjual kedaulatannya berarti negara juga akan tidak bisa berdaulat, akibatnya kesejahteraan lahir batin yang dicita-citakan tidak akan tercapai.
e.       Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial sebagai nilai merupakan rumusan lain dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Wawasan kebangsaan menegaskan, bahwa kesejahteraan rakyat lebih dari hanya kemakmuran yang lebih tinggi dari sejumlah orang yang paling hebat. Kesejahteraan rakyat lebih dari keseimbangan antara kewajiban sosial dan keuntungan individu. Kesejahteraan sosial disebut juga dengan kesejahteraan umum yang mencakup keseluruhan lembaga dan usaha dalam hidup sosial, yang membangun dan memungkinkan masing-masing pribadi, keluarga dan kelompok sosial lainnya untuk mencapai kesempurnaan. Wujud dari kesetiakawanan sosial  dapat berupa sumbangan tenaga dan material yang diberikan pada orang lain yang tertimpa musibah. Porak porandanya tanah Aceh serta Nias  dan banyaknya relawan serta bantuan yang datang, merupakan salah satu wujud kesetiakawanan sosial   yang telah tertanam dalam pribadi masyarakat secara turun temurun. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah apabila terjadi perbedaan kepentingan individu dan golongan maka nilai-nilai kesetiakawanan sosial akan hilang dan berganti dengan nilai-nilai yang bersifat egois dan hanya mementingkan diri dan golongan. Kalau iklim ini terus berkembang dan berkembang, niscaya akan terjadi perpecahan dalam NKRI untuk masa yang akan datang.
f.       Masyarakat Adil Makmur
Masyarakat adil makmur merupakan keadaan masyarakat yang telah mendapatkan kesejahteraan lahir batin, tidak terintimidasi, aman, merdeka, dan bebas dari rasa takut. Untuk menciptakan kondisi ini diperlukan gabungan seluruh aspek ilmu pengetahuan yang secara bersama-sama saling berkoordinasi guna menciptakan kondisi yang kondusif untuk proses kelangsungan hidup bangsa dan negara. Masih maraknya intimidasi dari kelompok tertentu yang menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat adalah cerminan dari lemahnya kontrol manajemen pemerintah dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur.  Maraknya teror bom yang terjadi di Indonesia membuat pemerintah kewalahan menentramkan hati dan perasaan masyarakat. Adanya steatmen dari Mama Lauren yang mengatakan akan terjadinya bencana di Sumatera Barat hanya ditanggapi pemerintah dengan hanya mendesak Lauren untuk mencabut kembali steatmennya tanpa bisa memberikan sangsi yang setimpal dan tidak sebanding dengan kerugian mental dan moral yang telah diderita oleh masyarakat. Kasus antara perselisihan antara polisi dengan pol PP yang baru-baru ini terjadi di Kota Padang Sumatera Barat, jelas cukup meresahkan masyarakat. Pol PP (Polisi Pamong Praja) yang bertugas melaksanakan pemberantasan pekat (penyakit masyarakat) telah bertugas semaksimal mungkin, mengembalikan kota pada budaya yang islami, menangkap dan mengusir WTS (pelacur) merupakan salah satu  amanah dari masyarakat dengan resiko yang cukup berat, demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera, aman, dan makmur.

*******
Munculnya beragam permasalahan bangsa adalah akibat tidak adanya penghayatan nilai-nilai wawasan kebangsaan pada segenap individu. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan pada masyarakat tentang masalah-masalah kebangsaan dan negara baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Pada pendidikan formal, pendidikan tentang kebangsaan dan negara sebaiknya diberikan mulai dari SD sampai SMU dengan metode pendalaman dan penghayatan, sehingga rasa berwawasan kebangsaan akan tumbuh dan selalu berkembang sampai individu tersebut dewasa. Selama ini terjadi deskriminasi ilmu, ilmu-ilmu yang berorientasi pada teknologi lebih diutamakan daripada ilmu-ilmu yang berorientasi pada masalah-masalah kebangsaan dan negara. Ilmu PPKn dan Geografi dianggap ilmu pelengkap untuk ilmu-ilmu lainnya, sehingga kedua ilmu tersebut tertinggalkan. Apalagi ada tokoh-tokoh nasional yang ingin ilmu-ilmu ini tidak lagi dimasukan pada kurikulum pendidikan nasional.  Akibatnya apa? Masyarakat Indonesia dari masyarakat biasa sampai pejabat pemerintah memiliki kadar kebangsaan yang rendah sehingga hanya bersikap dan berkorban cuma untuk keluarga dan golongan. Terjadinya kasus Ambalat adalah cerminan dari kebutaan segenap lapisan masyarakat tentang batas-batas NKRI, sehingga Malaysia menganggap Ambalat adalah wilayah kekuasaannya. Tanya pada diri kita, apakah kita sudah benar-benar tahu daerah-daerah mana dan pulau-pulau mana yang masuk ke dalam wilayah NKRI? Alangkah baiknya kita bersikap sedikit bijaksana, sebab untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera lahir batin bukan karena ilmu pesawat terbang saja, bukan pula ilmu kedokteran saja, tapi adalah gabungan seluruh ilmu yang saling berkoordinasi dan saling melengkapi, sehingga tercipta kesempurnaan ilmu untuk menciptakan masyarakat yang adil makmur, sejahtera lahir batin. Kalau sudah demikian, tentu wawasan kebangsaan bukan lagi sekedar wacana, tapi sudah berfungsi sebagai pengontrol sikap segenap elemen bangsa untuk bersikap dan bertindak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar