Rabu, 23 Maret 2011

Silahkan dibaca: PERTEMUAN DENGAN IBLIS

 Pertemuan dengan Iblis
Dedi Hermon, Dr
 
 
Seperti kilatan cahaya hijau yang menyambar, aku merasakan dia benar-benar ada. Tiba-tiba aku sudah merasakan dia sudah di kamar bersamaku, namun aku tahu apakah itu sesuatu ataukah seseorang. Kuangkat kepalaku dari kitab kuning yang sedang aku baca. Kitab ini adalah salah satu kitab sihir kuno yang kertasnya berwarna kuning.
Dia duduk di atas sofa sedangkan pintu tertutup rapat. Bagaimana dia bisa masuk? Aku tak tahu. Kuangkat kepalaku dan kulihat seorang laki-laki yang aku tak tahu pasti berapa umurnya. Bajunya yang tampak adalah baju dari kalangan terhormat, namun sudah terlalu usang.
Dengan rasa takut mencekam, aku bertanya kepadanya: ”Siapa kamu?”
Iblis: ”Aku iblis.”
Aku: ”Apakah jika aku bisa membaca Al-Quran, engkau akan lari?”
Iblis: ”Jika kamu membacanya dengan kejujuran, aku akan lari seketika.”
Aku: ”Apakah ayat tersebut akan membakarmu.”
Iblis: ”Agar ayat tersebut bisa membakarku, maka kamu harus mengamalkan ayat itu terlebih dahulu.”
Aku hanya mampu menjawab: ”Aku tak mampu membaca dengan cara itu. Aku ingin bertanya kepadamu. Bagaimana kamu bisa masuk, maksudku bagaimana kamu bisa datang? Apakah kamu benar-benar ada di sofa tersebut ataukah hanya sebatas pada pikiranku?”
Iblis tersebut menjawab: “Jangan mempersulit persoalan. Kamu benar-benar seorang pengawal. Ini adalah produk pemikiran pegawai. Pikiranmu adalah bagian dari materi dan sofa adalah bagian dari materi. Tak ada bedanya antara pemikiranmu dengan batu bata yang terbalik di trotoar depan rumahmu.”
Aku: ”Ini sangat lucu menurut bahasa kami, kamu mengatakan bahwa akalku hanya sebatas batu. Apakah kamu hanya ingin bercanda denganku?”
Iblis: ”Aku tak pernah bergurau. Aku tak pernah bergurau sejak diusir dari langit.”
Aku: ”Aku terheran-heran dengan kedatanganmu. Konon kamu dimasukkan ke dalam penjara pada bulan Ramadhan?”
Iblis: ”Tidaklah masalah dengan pemahaman manusia demikian. Bulan Ramadhan adalah liburan musim penghujan bagiku, seperti bulan Agustus menurut kalian. Sepanjang bulan pekerjaan kami sedikit. Seluruh dunia tidak semuanya berisi orang yang beriman seperti yang kamu duga. Kami tak ringan dengan pekerjaan kami. Sebaliknya, kesulitan dan beban semakin bertambah.”
Aku: ”Ini kesempatan yang baik sekali bertemu denganmu. Sudah lama aku memimpikan untuk belajar kepadamu.”
Iblis: ”Ak juga bodoh sepertimu dan juga ingin belajar. Aku melihatmu mebaca buku kenangan yang berjudul “Madzakirat Shaim” dan aku ingin melihatnya.”
Aku: “Kami sangat gemar belajar. Dalam kehidupan banyak misteri yang tersembunyi dan aku ingin menjawabnya.”
Iblis: “Tidak ada yang misteri dalam kehidupanku. Yang misteri adalah sifat manusia.”
Aku: “jadi, aku bisa mengatakan bahwa kehidupanmu tak ada misteri.”
Iblis: ”Semuanya sangat jelas sekali. Sejak awal aku sudah terang-terangan melakukan peniolakan di depan Allah. Apakah ada seorang saja dari manusia yang secara terang-terangan melakukan penilakan terhadap penguasa tiran di muka bumi. Misteri apa yang kamu ketahui dalam kehidupanku?”
Aku: ”Kami bisa menerangkan kepadamu dengan jelas. Akan tetapi setelah itu kamu akan tidak mengetahui ribuan bentuk yang dibayangkan oleh manusia.”
Iblis: ”Ini pada dasarnya adalah prinsip kerja, tenologi menggoda. Ilmu pengetahuan telah mengalami kemajuan apakah kamu ingin menempati tempatku agar lebih dahulu dalam melakukan kebaikan. Apakah yang harus aku jelaskan kepadamu?”
Aku: ”Wujudmu sendiri. Apakah kamu benar-benar ada padamu ataukah hanya dalam pikiranku?”
Iblis: ”Mana yang lebih penting? Aku benar=benar ada di dunia dan kamu tak tahu apa-apa tentang diriku, aatukah hanya ada di pikiranmu dan kami tak mempunyai wujud konkret?”
Aku: ”Kamu menanyakan pertanyaan yang aneh. Apakah kamu mempunyai tubuh ataukah hanya pikiranku?”
Iblis: ”Kamu orang yang suka berdebat seperti anak cucu Adam yang dahulu. Di dunia ini banyak sekali makhluk bertubuh namun tanpa mempunyai pikiran. Apakah kamu berpikir bahwa mereka mempunyai arti? Sekarang banyak pikiran namun tak mempunyai tubuh. Barangkali mengkristal setelah ribuan tahun atau baru sesaat.”
Aku: ”Kamu berbicara sangat filosofis kepadaku. Mengapa manusia tak pernah menjadi lunak?”
Iblis: ”Apakah manusia mampu melihat gelombang suara yang ada di angkasa? Apakah kalian mampu melihat gelombang yang ditangkap oleh radio? Mengapa kamu tak mengingkari itu semua?”
Aku: ”Ini yang mengganjal pikiranku sejak kecil. Apakah kamu mempunyai masa kanak-kanak seperti layaknya semua makhluk hidup? Sungguh kasihan, maksudku seperti semua pikiran.”
Iblis: ”Setiap makhluk mempunyai masa kanak-kanak.”
Aku: ”Kamu anak yang nakal?”
Iblis: ”Sebaliknya, aku adalah anak yang paling taat di Sekolah Dasar jin. Ini merupakan masa-masa yang paling indah. Aku belajar akan kesombongan sejak aku masih kanak-kanak.”
Iblis lagi: ”Suatu hari aku pernah menolak mengerjakan ujian ilmu hitung. Aku menyerahkan lembaran hitam yang tak ada jawabannya sama sekali. Pengujiku bertanya: ”Apakah kamu tahu jawabannya?” Aku pun menjawab: ”Aku tahu.” Dia bertanya lagi: ”Mengapa kamu tak menjawabnya?” Aku pun menjawab: ”Aku lebih baik darinya. Lebih baik dari penguji yang membuat pertanyaan. Ini pertanyaan yang sangat sederhana yang tak mengungkap sesuatu apa pun.
Aku: ”Kamu mendapat nilai nol dalam ujian?”
Iblis: ”Aku tak memikirkan nilai. Yang penting bagiku adalah aku dapat menunjukkan bagaimana aku mempunyai sikap sendiri di depan penguji.”
Aku: ”Aku lupa menanyakan pertanyaan yang paling penting. Mengapa kamu menolak untuk sujud kepada Adam?”
Iblis: ”Wajahnya menjadi menyusut barangkali karena sakit hati yang luar biasa ketika aku menyebut nama Adam. Wajahnya yang pucat membuatku tak berani mengatakan melanjutkan bicaraku.”
Aku: ”Kami telah jatuh ke bumi, terlempar dari surga, dan merampas masa depanmu. Aku menganggapmu sebagai teman dan menghilangkan darimu beban yang kau tanggung. Akan kukatakan kepadamu: ”Semoga Allah memberimu laknat-Nya walaupun kamu telah menjadi penyebab kami dikeluarkan dari surga.”
Iblis: ”Lidahmu licin wahai manusia. Aku takkan pernah mengganggapmu sebagai teman. Aku akan mengganggumu sebagai pengikutku jika kamu mengikutiku. Kamu pasti akan kecewa jika kamu tak berkenan menghilangkan beban dan kamu tanyakan aku akan pergi.”
Aku: ”Hai tuan Losfair, burung meraknya jin. Aku minta maaf. Aku tak tahu betapa kuat kesombonganmu yang membatasi selera humormu. Aku sangat terkesan denganmu wahai iblis.”
Iblis: ”Aku ingin agar kamu menambahkan kata tuan ke namaku. Jangan pernah kamu memanggilku tanpa kata tuan. Aku adalah tuan sebelum nenek moyangmu Adam diciptakan.”
Aku: ”Apakah kamu benar-benar yakin bahwa kamu lebih mulia dari Adam. Maksudku tuan Adam.”
Iblis: ”Adam tuanmu, bukan tuanku.”
Aku: ”Kamu tak mau menjawab pertanyaanku.”
Iblis: ”Masalahnya adalah siapa yang lebih mulia, aku tau Adam? Urusan siapa yang lebih mulia adalah urusan Sang Maha Pencipta. Itu masalah yang sangat pelik bagiku. Sebelum Adam diciptakan, akulah yang mulia. Setelah Adam diciptakan dan aku diperintahkan sujud kepadanya, maka segalanya menjadi berubah. Aku harus tunduk kepada Adam, namun aku memilih bermusuhan dengan dia.”
Aku: ”Kamu telah merampas masa depanku karena dirimulah kami terlempar dari surga.”
Iblis: ”Sebaliknya karena kalian Allah menjatuhkan kami dari rahmat-Nya.”
Aku: ”Mengapa kamu tak mau bersujud dan kita semua akan selamat?”
Iblis: ”Aku lebiuh memilih kebebasan.”
Aku: “Allah mampu mengubahmu menjadi tanah sebelum kamu menolak sujud kepada Adam.”
Iblis: “Allah membunuhku sebelum aku menolak sujud kepada Adam, maka aku tahu bahwa Allah cinta kepadaku, namun aku tahu bahwa ternyata Allah tak mencintaiku. Allah memberikan kebebasan kepada semua makhluknya baik yang dicintai maupun yang dibenci-Nya. Allah tidak seperti para penguasa di bumi yang zalim, yang memaksakan kehendak kepada siapa saja yang menentang perintah mereka. Allah Maha Agung dan Maha Mulia.
Aku: Ini adalah kalimat yang diucapkan oleh umat Islam, wahai tuan iblis. Apakah kemunafikanmu telah sejauh ini. Kamu adalah setan, tapi mengapa berbicara dengan bahasa orang yang beriman?”
Iblis: “Aku tidak munafik. Jika aku seorang munafik, aku pasti sujud kepada Adam. Aku beriman kepada Allah dan tidak beriman kepada Adam. Siapa saja yang ada dalam posisiku pasti dia akan beriman kepada Allah karena menyaksikan keagungan-Nya, namun Dia mengganggapku sebagai kafir karena menentang segala perintah-Nya. Berbeda makna iman antara makhluk satu dengan yang lainnya, jin mempunyai pemahaman tersendiri akan kekafiran. Manusia mempunyai pemahaman tersendiri juga. Kafir dalam pemahaman kami bahwa kami tetap beriman adanya Sang Pencipta, karena kami ditentukan oleh kekuasaan-Nya, dan kami tak mungkin lari atau mengingkari-Nya. Kalian harus percaya dengan alam ghaib. Kafir dalam pandangan kalian adalah orang yang mengingkari wujud Allah dan menyembah kepada selain-Nya. Kafir dalam pemahaman kami adalah mengingkari perintah Allah, bagi kalian, orang yang melakukan kemaksiatan bisa bertobat dan dihapus dosanya seakan tak pernah melakukan dosa. Sebalikya, kami bermaksiat adalah vonis terakhir dari rahmat Allah, dan tak ada kesempatan bertobat untuk kami.”
Aku: ”Karena dirimu kami dikeluarkan dari surga.”
Iblis: ”Aku paham akan pemikiranmu yang sanagt birokratis. Apakah kamu ingin mewarisi surga. Apakah kamu mengira bahwa surga adalah pantai asuhan bagi para pegawai yang malas dan para tukang sulap yang suka menari. Kamu sangat lucu sekali, memang aku tak mampu.”
Aku: ”Lantas mengapa kamu tak tertawa?”
Iblis: ”Aku tak tahu bagaimana harus tertawa. Mulutku tak mampu untuk tertawa. Hobiku hanyalah untuk membuat tangis bukan untuk menangis.”
Aku: ”Apakah kamu tidak tersinggung jika aku mengajukan pertanyaan ini kepadamu. Ini soal yang sangat menyakitkan. Mengapa kamu memilih pekerjaan yang hina seperti ini? Maksudku seputar perempuan dan laki-laki. Dan ..... kamu paham maksudku.”
Iblis: ”Aku yakin sekarang bahwa kamu benar-benar bodoh. Percayalah bukan ini pekerjaanku. Aku setan yang ada di tingkat kedua. Ini adalah pekerjaan setan yang ada di tingkat sebelas. Setan-setan yang tampak. Mereka yang biasa mendatangkan godaan perempuan.”
Aku: ”Luar biasa. Kamu mempunyai tingkatan seperti kami?”
Iblis: ”Ya, kami mempunyai tingkatan-tingkatan. Harga-harga barang semakin naik dan aku tak mendapatkan subsidi selama enam ratus tahun. Aku merasa terzalimi.”
Aku: ”Mengapa di wajahmu tampak kesombongan dan kesedihan?”
Iblis: ”Sebab aku tak mempunyai harapan akan rahmat Allah.”
Aku: ”Aku tak menjamumu apa-apa. Apakah kamu ingin minum, teh, kopi, jahe, atau kayu manis?”
Iblis: ”Minuman-minuman tradisonal.”
Aku: ”Kami tak mempunyai qomaruddin. Kamu tahu betapa sulit mendapatkannya.” kamu tahu betapa sulit mendapatkannya.”
Iblis: ”Akulah yang memakannya qomaruddin.”
Aku: ”Sudah lama aku mencari asal usul nama qomaruddin. Sekarang aku paham. Mengapa kamu menamainya demikian? Apa hubungan antara qomaruddin dengan agama (din), dan mengapa orang-orang meminumnya pada bulan Ramadhan?”
Iblis: ”Tak ada hubungannya dengan agama. Penamaan ini untuk kebutuhan pasar. Adapun pertanyaan mengapa orang-orang meminumnya pada bulan Ramadhan adalah pertanyaan untuk mereka yang meminumnya.”
Aku menyalakan rokokku dan aku mendekati iblis. Iblis mulai kerasan di tempat duduknya seakan sudah rumah sendiri. Dia meletakkan betis yang satu di atas betis satunya, dan menyilangkan tangannya di dadanya dan terlihat pandangannya yang sedih.Kesedihan yang aneh yang tak mungkin dipahami dengan gaya manusia.
Begitu anehnya makhluk yang bernama iblis ini. Adam mempunyai kesempatan untuk melakukan kebaikan dan kejahatan, kemuliaan dan kehinaan. Allah benar-benar menyayangi manusia. Sedangkan iblis dan anak cucunya hanya bisa melakukan satu hal, yaitu sesuatu yang tidak baik.

Apakah dia menangis karena takut pada Allah? Iblis tidak bisa melakukan satupun kebaikan. Aku sembunyikan rasa kasihanku pada iblis, dan kukatakan kepadanya dalam dialog.

Aku: “Manusia banyak membicarakan tentang kejahatan yang semakin merajalela. Aku ingin tahu dirimu, apakah kejahatan bertambah ataukah berkurang?”

Iblis: “Kejahatan akan tunduk di bawah hukum penawaran dan permintaan. Kadang berkurang dan kadang bertambah. Setiap saat selalu saja orang-orang yang merasa baik mengatakana kejahatan semakin bertambah. Dan orang-orang yang dianggap jahat mengatakan kejahatan semakin berkurang.”

Aku: “Kamu selalu berusaha agar kejahatan semakin bertambah. Inikah pekerjaanmu?”

Iblis: “Kita hanya menawarkan barang dagangan kami, baik itu kekafiran, kesyirikan, kemunafikan, kebohongan, pencurian, dan lain-lain. Kami menawarkan dagangan, dan kami tentu saja mempercantiknya agar laku. Akan tetapi kami tak pernah memaksa seseorang untuk membelinya. Kami tak mempunyai kekuatan untuk memaksa manusia. Nenek moyang kami iblis mengatakan: Sekali-kali tak ada kekuasaan aku terhadapmu, melainkan aku hanya menyeru kamu untuk mematuhi seruanku (QS. Ibrahim [14:]22). Kami hanya menawarkan saja. Orang-orang ternyata banyak membelinya. Menyesuaikan kondisi itu adalah pekerjaan kami.”

Aku: “Kami masih saja berbicara tentang penyesuaian kondisi. Kami berbicara tentang perempuan dan laki-laki, serta berbagai kondisi yang ada di sekitar mereka.”

Iblis: “Otakmu hanya dipengaruhi dengan perempuan. Ini adalah salah satu cirri gejala penurunan kecerdasan akal dan emosional. Ini adalah salah satu pekerjaan setan di semua tingkatan seperti yang pernah aku ceritakan kepadamu. Ini adalah permasalahan yang enteng.”

Aku: “Kamu tak menganggapnya sebagai masalah yang penting. Akan tetapi, aku menganggapnya penting. Apakah kamu dilarang membicarakan masalah seperti ini.”

Iblis: “Memang selamanya.”

Aku: “Apakah kamu yakin bahwa perempuan yang paling bertanggung jawab ataukah laki-laki. Maksudku di sini adalah menurutmu.”

Iblis: “Apakah kamu tahu, aku sangat terheran-heran dengan kemunafikan manusia, dan kemampaunyya menghapus kesalahanya hanya dengan mengusap dagunya ataupun dagu perempuan yang lain. Banyak lelaki yang mengatakan kepada anaknya yang sudah mulai besar. “Hati-hailah anakku, untuk percaya kepada perempuan jangan sampai kamu mirip gembok kunci!” Demikian juga perempuan-perempuan akan berkata kepada anak gadisnya: “Aku akan menyembelihmu jika aku melihatmu berbicara dengan laki-laki.” Laki-laki banyak menanggung dosa dan masyarakat hanya mengatakan wajar karena mereka sebagai kumbang. Jika perempaun yang bersalah sekali saja, maka masyarakat akan mendiamkannya dan menganggap derajatnya telah anjlok. Ketika laki-laki telah menikah, maka tetap saja dia dianggap mempunyai kebebasan mutlak. Sedangkan perempuan selalu dituntut dengan kesetiaan penuh. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa tak mungkin mereka melakukan kesalahan kepada perempuan, sedangkan perempuan haram baginya melakukan kesalahan.”

Aku: “Kamu membela perempaun seakan kamu perempuan.”

Iblis: “Kamu salah dalam memahamiku. Aku tak membela siapapun. Baik perempuan ataupun lakil-laki adalah musuh bagiku. Jika setan bertambah panjang umurnya, maka semakin banyak pekerjaan baru yang diterimanya. Kemunafikan manusia yang membuat kami bingung.”

Aku: “Tampaknya kamu tak rela dengan pekerjaanmu. Apakah kamu tak pernah menikmati pekerjaanmu.”

Iblis: “Pekerjaan disetiap tempat sangat penuh dengan kesulitan dan tanggung jawab. Akan tetapi kesengsaraan terberat yang harus kualami adalah aku harus sujud di telapak kaki laki-laki. Seakan aku telah menjadi pengikutnya, dan aku menjadi budaknya. Kesengsaraan macam apa ini?”

Aku: “Mengapa kamu tak mencoba untuk melupakan Adam?”

Iblis: “Melupakan dia. Apakah kamu sudah gila? Semakin lama semakin aku rasa semakin berat sakit yang aku tanggung. Aku makhluk yang sudah tak mempunyai harapan atas rahmat Allah. Pikiran akan ketiadaan rahmat Allah kepadaku semakin aku suburkan agar rasa dendam itu selalu bangkit.”

Aku: “Mengapa kamu tak memikirkan hal lain agar hilang rasa dendammu itu. Mengapa kamu tak menyibukkan diri Dengan hobimu sehingga kamu tak ada waktu untuk kami.”

Iblis: “Hobi! Aku selalu mencari hobiku. Hobiku adalah berpoliik. Dunia politik dan semua aliran politiknya yang ada adalah hobiku. Aku ikut serta dalam pembunuhan berlatar politis yang terjadi pada Kennedy. Aku telah membunuhnya bersama dengan lembaga intelejen, peneliti, polisi Amerika, dan para pengusaha.”

Aku: “Yang aku maksudkan agar kamu mencari hobi yang jauh dari kami.”

Iblis: “Manusia adalah lahan pekerjaan dan sekaligus hobiku.”

Aku: “Apakah kamu ak pernah berpikir tuan iblis bahwa penolakan nenek moyangmu (iblis) memang sudah ditakdirkan sebelumnya.”

Iblis: “Maksudnya lembaran penderitaan kedua kami adalah laknat.”

Aku: “Aku tak paham yang kamu maksudkan.”

Iblis: “Inilah yang kami pikirkan sepanjang waktu. Sesungguhnya Allah telah mengetahui bahwa aku akan menolak untuk bersujud kepada Adam, dan Allah tahu aku akan mengubah Adam untuk melakukan kejahatan. Seandaianya aku tahu bahwa Allah mengetahui apa yang akan terjadi, barangkali yang terjadi pada diriku adalah lain. Sayang Allah mengetahui apa yang ada dalam diriku, namun aku tak tahu apa yang ada pada diri-Nya.”

Aku: “Apakah kamu pernah bermimpi untuk menipu Sang Pencipta?”

Iblis: “Kamu telah membayangkan bahwa aku menipu-Nya dengan aku beribadah selama ribuan tahun tahun sehingga derajatku sampai pada derajat malaikat. Aku mengkhayal. Allah tahu bahwa diriku terjerat oleh benang riya’ dan kesombongan. Aku tetap memujan-Nya. Dia mengetahui bahwa diriku menyembah-Nya untuk menaikan derajatku. Aku tak pernah menyembah dzat-Nya. Aku menyembah-Nya karena Dialah yang menganugerahi aku kesombongan. Inilah yang ak membuat kamu mengetahui istrimu, seorang kawan tak mau tahu dengan kawannya yang lain. Bagaimana dengan hal ini mereka mengetahui Pencipta.”

Aku: “Orang-orang mengatakan bahwa kamu menggoda akal Hawa sehingga Adam menjadi mau memakan buah khuldi.”

Iblis: “Aku tak mengenal Hawa. Aku hanya menggoda Adam.”

Aku: “Bagaimana?”

Iblis: “Aku mengiriminya gelombang yang berisi pertanyaan. Mengapa Allah melarangmu memakan buah khuldi? Siapa yang akan menzalimi buah khuldi.”

Aku: “Setelah itu?”

Iblis: “Bukan “setelah itu”, namun “sebelum itu” Adam dengan akal manusia terus mempertanyakan, berpikir, dan binggung. Ketika buahnya itu sudah matang, aku katakana kepada dia: “Sesungguhnya Allah melarangmu memakan buah ini sehingga kamu tak bisa hidup abadi.”

Aku: “Adam percaya akan kata-katamu?”

Iblis: “Hilanglah kesadaran bahwa Adam adalah Adam. Itulah tabiatnya yang terbuat dari materi tanah liat, yang kemudian Allah meniupkannya ruh. Pertentangan antara tanah liat dengan Yang Mahaluhur takkan pernah terhenti, dan tak penting Yang Mahaluhur harus menang atas tanah liat. Betapa besar perang yang dilakukan tanah liat yang mampu mengalahkan sebuah nilai paling mulia. Inilah tugasku.”

Aku: “Apakah Adam percaya bahwa Allah melarangnya memakan buah khuldi sehingga ia bisa menjadi raja dan hidup abadi?”

Iblis: “Benar…… Adam membenarkannya. Adam adalah manusia. Masalah utama yang dihadapinya adalah dia harus menghadapi kematian. Keabadian adalah tawaran yang sanga menggiurkan. Adam yang terbuat dari tanah liat. Masalahnya adalah ia ingin berubah menjadi cahaya yang darinya diciptakan malaikat. Ini adalah tawaran yang menggiurkan.”

Aku: “Jadi …?”

Iblis: “Jadi dia spontan membenarkan tanpa ragu sama sekali. Memang barangkali dia binggung berpikir, takut, atau barangkali perang telah berkecambuk dalam pikirannya, namun akhirnya dia memutuskan untuk memakan buah tersebut. Adam adalah makhluk yang dikodratkan untuk beribadah dan bermaksiat. Malaikat diciptakan hanya untuk beribadah dan Allah menciptakan diriku agar aku bermaksiat. Sampai-sampai ibadahku yang terakhir hanya untuk menambah kejelekanku, yaitu ibadah riya’ dan sombong. Dalam diriku yang ada hanya laknat.”

Aku: “Kenapa kamu mengatakan bahwa laknat terhadap segala sesuatu?”

Iblis: “Ini adalah kebiasaan sejak aku dilemparkan dari langit. Aku terlempar penuh dengan laknat dan aku membagi-bagikan laknatku sebagai imbalan.”

Aku: “Manusia melukismu bertanduk dan banyak lobang borok di wajahmu, mengapa?”

Iblis: “Gambar ini adalah gambar manusia. Gambar sebagian jiwa manusia. Apakah kamu melihatku bertanduk dan penuh dengan borok?”

Aku: “Tidak. Apakah kamu akan menganggapku anak kecil jika aku bertanya tentang mimpimu?”

Iblis: “mimpiku? Aku tak paham dengan ungkapan ini.”

Aku: “Maksudku cita-citamu.”

Iblis: “Aku tak mempunyai cita-cita.”

Aku: “Neraka, itukah yang meluluhkan semua cita-citamu?”

Iblis: “Aku sudah berada di neraka sejak ribuan tahun yang lalu. Inilah perbedaan antara setan dan kalian. Jika kalian ditimpa berbagai masalah, bencana, dan musibah, maka kalian menangis dan bertobat seperti pada hari-hari di bulan Ramadhan. Allah kemudian mengampuni dosamu. Yang paling mengherankan adalah manusia melakukan dosa setahun penuh dan pada akhir tahun menjelang Ramadhan dengan santainya meminta maaf.”

Aku: “Kamu tak pernah menangis sama sekali?”

Iblis: “kami tak mempunyai air mata. Tangis adalah bukti pertobatan. Sedangkan pintu tobat telah tertutup bagi kami. Kakek kami, semoga Allah melaknatnya, telah menutupnya.”

Aku: “Kami mengatakan kepada mayat la’natullah semoga Allah melaknatinya seperti kalian mengatakan yarhamukallah, semoga Allah merahmatimu.”

Aku: “Siapa manusia yang paling membuatmu marah?”

Iblis: “Abu Nawas alaihi al-la’nah, semoga Allah melaknatnya. Dia pernah memuat dua buah bait puisi. Ya, aku teringat apa yang dikatakan Abu Nuwas kepada iblis:

Aku terkagum-kagum dengan iblis karena kesombongannya.
Sesuatu yang paling tampak betapa jahatnya keinginan.
Sombong dia tak mau sujud kepada Adam.
Namun anehnya dia menjadi pemimpin anak Adam.


Aku pun tertawa: “Oh, dia memang orang yang humoris.”

Dengan meringgis iblis berkata: “Bukan, dia tidak lucu, dia adalah laki-laki yang hina setelah aku banyak melakukan banyak hal untuknya.”

Kukejar dia dengan pertanyaan: “Bagaimana perasaanmu jika aku membakar masjid Al-Aqsa?”

Iblis dengan enteng menjawab: “Aku akan meminum segelas anggur dan merokok. Ya, aku sedikit bahagia. Sepanjang masa musuh kami adalah masjid.”

Aku tak berhenti bertanya: “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang naik ke bulan?”

Dia pun menjawab: “Mereka adalah anak peradaban yang jujur. Mereka percaya kepada materi seperti yang kami lakukan. Namun aku sendiri tak paham rahasia naiknya mereka ke bulan. Keluargaku paling kecil sering bermain ke bulan.”

Aku bertanya lagi: “Apa pekerjaan yang paling penting yang kamu lakukan?”

Iblis pun menjawab: “Tugasku yang paling penting adalah memberikan manusia gambaran yang salah mengenai Allah. Ini akan membawa kesengsaraan manusia dan rahmat Allah. Pekerjaan paling indahku adalah keika anak kecil sedang belajar agama dengan cara yang sulit dan aku mampu membuat mereka benci agama. Apakah kamu tahu bahwa aku telah memberikan banyak pekerjaan di sekolahmu.”

Aku berkata: “Kamu telah membuat kami dikeluarkan dari surga.”

Iblis tak mau kalah: “Kalian telah mengeluarkan iblis dari rahmat Allah. Surga tak ada nilainya dibandingkan dengan rahmat Allah.”

Aku pun berucap: “Aku telah memberikan banyak pertanyaan kepadamu. Aku melihat kamu sangat bosan, apakah kamu ingin pergi. Akan tetapi kamu belum minum apa-apa, tidak juga merokok. Apakah kerena kamu tercipta dari api kamu tak senang merokok.
-------OOOOOO-------
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar