Minggu, 13 Maret 2011


TINJAUAN SIFAT KIMIA TANAH
BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN PADA FISIOGRAFI MARAPI

Ir.Yeniwarti Dalim, MS*) dan  Dedi Hermon*)

ABSTRACT
This research aim to express descriptively Melanic epipedon based on biosequent middle bevel fisiography of Marapi-Singgalang representing Upper DAS area from DAS Anai. The sample determined by Stratified Random Sampling    at each biosequent. From result of research obtained by difference of Melanic epipedon-Marapi characteristic with Melanik epipedon-Singgalang characteristic, so that for the  farm in the middle bevel of Singgalang need the existence of  land conservation action, passing reboisasi program, utilize to improve again land function as buffer zone to DAS Anai.

Key Word :     Melanic Epipedon, Biosequent, Upper Das,
                        Land Conservation, Buffer Zone


PENDAHULUAN
Tanah merupakan hasil pelapukan batuan atau bahan organik (vegetasi dan hewan) yang berlangsung secara alami yang memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup terhadap bahan induk dalam keadaan topografi tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Bahan induk, topografi, dan waktu merupakan faktor pembentuk tanah yang bersifat pasif, sedangkan iklim dan jasad hidup merupakan faktor pembentuk tanah yang bersifat aktif (Buol et al, 1980; Darmawijaya, 1990).
Tanah yang terbentuk di permukaan bumi secara langsung ataupun tidak langsung berkembang dari bahan mineral batuan. Melalui proses pelapukan, baik secara fisis maupun kimia dan dibantu oleh pengaruh atmosfer (curah hujan dan temperatur), maka batu-batuan berdisintegrasi dan terdisintegrasi menghasilkan bahan induk lepas, dan selanjutnya, dibawah pengaruh proses-proses pedogenik berkembang menjadi tanah. Proses pembentukan tanah di daerah tropis dengan kondisi curah hujan dan temperatur yang relatif tinggi setiap tahunnya, berlangsung cepat (Landon, 1991). Pengaruh iklim, terutama curah hujan dan temperatur, terhadap perkembangan profil tanah sangat besar sekali. Iklim mempengaruhi pelapukan dan proses perkembangan tanah. Secara tidak langsung curah hujan mempengaruhi sifat-sifat kimia tanah (Warkentin dan Maeda, 1980; Birkeland,1984).
Menurut Birrel (1965); Arsyad (1979), peran vegetasi, organisme tanah, hewan, dan manusia juga sangat besar terhadap perkembangan tanah. Peran manusia (petani), khususnya di daerah pedesaan sangat beragamsecara vertikal ditandai dengan terbentuknya horizon-horizon tanah. Horizon tanah merupakan lapisan tanah yang terbentuk akibat proses pembentukan tanah. Horizon tanah ini dapat dibedakan atas: (1) horizon O, merupakan horizon yang terbentuk paling atas akibat pelapukan dari bahan organik, (2) horizon A, merupakan horizon yang terbentuk di bawah horizon O, yang dicirikan dengan persentase pasir lebih dominan dari persentase debu dan liat, (3) horizon B, merupakan horizon yang terbentuk di bawah horizon A, yang dicirikan dengan persentase liat lebih dominan dari persentase pasir dan debu, dan (4) horizon C, merupakan horizon yang paling bawah dan di atas  horizon R (batuan induk), yang dicirikan dengan batuan-batuan lepas.
Birrel (1965); Darmawijaya (1990), menjelaskan bahwa seluruh horizon A dan sebagian horizon B akan terbentuk epipedon  (diagnostic horizon). Epipedon merupakan horizon penciri untuk klasifikasi tanah yang terbentuk pada tanah lapisan atas. Di daerah tropika basah, epipedon yang terbentuk pada tanah Andisols, yaitu tanah yang terbentuk dari bahan abu vulkanik, adalah epipedon Melanik. Epipedon ini dicirikan dengan kandungan C-organik dan N-total yang relatif tinggi, kejenuhan basa <50%, value dan chroma 2 atau lebih kecil, indek melanik <1,70, dan ketebalan 30cm-40cm dari permukaan tanah.
Kemudian Warkentin dan Maeda (1980); Gerrard, (1981); Birkeland, (1984); Mulyanto, (1990); van Ranst, (1995) juga menjelaskan bahwa karakteristik epipedon Melanik ini bisa berubah atau mengalami degradasi sifat akibat pengaruh curah hujan, vegetasi, mikroorganisme tanah, hewan, dan manusia. Curah hujan yang relatif tinggi setiap tahunnya menyebabkan terjadinya proses pencucian (leaching) horizon A oleh air infiltrasi, sehingga unsur K+, Na+, Ca2+, Mg2+, bahan organik, liat, dan sifat-sifat penciri epipedon Melanik lainnya hilang dan menumpuk di horizon B. Selain itu, peran vegetasi, mikroorganisme, dan  hewan juga sangat besar dalam mempengaruhi karakteristik epipedon Melanik. Tipe vegetasi yang sama beserta mikroorganisme dan hewan yang hidup didalamnya (biosequent) akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap karakteristik epipedon Melanik dengan biosequent lainnya.
Biosequent hutan dan semak belukar yang belum begitu teranggu oleh aktivitas manusia pada tanah Andisols cendrung membentuk karakteristik epipedon Melanik. Hal ini dijelaskan oleh Gintings, (1988); Shoji, (1988); Cracken dkk, (1989); Soil Survey Staff, (1990), dan Hermon, (2001), bahwa epipedon ini dicirikan oleh sifat-sifat tanah andik dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Epipedon ini bisa terdegradasi dan berkembang menjadi epipedon Umbrik, Plagen, atau Antropik, kalau lahan-lahan hutan dijadikan lahan-lahan pertanian. Akibatnya tanah akan mempunyai daya tahan yang rendah terhadap pengikisan oleh aliran permukaan (run off).
Daerah fisiograf lereng tengah vulkanik muda Marapi bagian barat dan fisiografi lereng tengah vulkanik tua Singgalang bagian timur mempunyai biosequent yang relatif sama. Daerah ini terletak di kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, merupakan daerah upper DAS dari DAS Batang Anai, yang yang cukup rentan terhadap kritis. Dengan mengungkapkan dan mengidentifikasi karakteristik epipedon Melanik dan  perbedaan karakteristik epipedon Melanik pada biosequent hutan dan biosequent semak di Marapi dan Singgalang akan menghasilkan rekomendasi untuk reklamasi dan konservasi lahan, sehingga kerusakan lahan-lahan di upper DAS Anai dapat diminimalkan dan daya dukung lahan dapat dipertahankan secara berkesinambungan. Dengan demikian, karakterisitik epipedon Melanik di daerah tidak mengalami degradasi dan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, sehingga fungsi daerah ini sebagai daerah penyangga (buffer zone) bagi DAS Bantang Anai tetap optimal.


METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei yang dilakukan secara deskriptif, berdasarkan pada sekuen vegetasi (biosequent). Penentuan dan pengambilan sampeldilakukan secara Stratified Random Sampling dan biosequent dianggap sebagai stratum. Pada lokasi penelitian Marapi ditentukan dua titik pengamatan, yaitu pada lahan hutan alami (Ht) dan lahan semak belukar (Sm), demikian pula dengan lokasi penelitian Singgalang.
Macam analisis tanah (parameter yang diamati) dan metode yang digunakan adalah: (1) analisis C-organik tanah dengan metode Walkley dan Black, (2) analisis N-total tanah dengan metode Kjeldahl, (3) kation-kation basa dapat ditukar (Cadd, Mgdd, Kdd, Nadd­) dengan metode ekstraksi NH4Oac 1N pH 7, (4) KTKtotal dengan menggunakan metode pencucian NH4Oac 1N pH 7, (5) P2O5 diekstrak dengan metode larutan asam sitrat 1%, (6) indek melanik dengan metode Honna dkk, 1998, (7) retensi P dengan metode Blackmore, (8) pH (H2O dan KCl) dengan metode elektroda gelas, (9) pH NaF dengan metode elektroda kombinasi, (10) analisis tekstur tanah (3 fraksi) dengan metode pipet, dan (11) BV dengan metode grafimetri.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan terhadap morfologi tanah yang berupa pengamatan terhadap warna, kelengkapan horizon genetis, ketebalan lapisan tanah, struktur, konsistensi, dan batan horizon dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Sifat Morfologi Tanah Lokasi Penelitian
Fis

Biosequent

KP
Horizon Genetis
Tebal (cm)
Warna Tanah
Struktur Tanah

Konsisternsi

Batas Horizon

1
Hutan
I
Ap
AB
B1
BW
2Bl
0-24
24-55
55-67
67-88
> 88
10 YR 2/2
10 YR 3/4
7,5 YR 4/4
10 YR 5/6
7,5 YR 4/4
Remah
Remah
Gumpal
Gumpal
Gumpal
Lepas
Gembur
Gembur
Gembur
Agak Teguh
Jelas/Rata
Berangsur/Rata
Berangsur/Rata
Jelas/Rata
----
Semak
II
Oa
A2
B1
B2
BC
0-2
2-52
52-85
85-98
>98
10 YR 2/2
7,5 YR 4/4
7,5 YR 5/4
7,5 YR 4/4
10 YR 5/8
Remah
Remah
Gumpal
Gumpal
Butir
Lepas
Gembur
Agak Teguh
Agak Teguh
Lepas
Jelas/Rata
Berangsur Rata
Baur/Rata
Jelas/Rata
----
2
Hutan
III
Ap
AB
B1
B2
BC
0-36
36-69
69-98
98-120
>120
10 YR 2/2
10 YR 3/4
10 YR 4/4
10 YR 4/6
7,5 YR 4/4
Remah
Remah
Gumpal
Gumpal
Butir
Gembur
Gembur
Agak Teguh
Agak Teguh
Teguh
Jelas/Rata
Berangsur/Rata
Berangsur/Rata
Baur/Rata
----
Semak
IV
Oa
A1
B1
B2
BC
0-3
3-24
24-79
79-103
>103
10 YR 2/1
10 YR 2/2
7,5 YR 3/4
7,5 YR 4/4
7,5 YR 3/4
Remah
Remah
Gumpal
Gumpal
Gumpal
Lepas
Gembur
Gembur
Agak Teguh
Teguh
Jelas/Rata
Jelas/Rata
Jelas/Rata
Berangsur/Rata
----
Ket : 1. Fisiografi Lereng Tengah Vulkanik Tua Singgalang Bagian Timur
         2. Fisiografi Lereng Tengah Vulkanik Muda Marapi Bagian Barat
      KP. Kode Profil

            Dari Tabel 1 diatas terlihat sifat-sifat morfologi tanah pada biosequent hutan dan biosequent semak baik di lokasi penelitian Marapi maupun di lokasi penelitian Singgalang masih mencirikan sifat-sifat tanah andik, yaitu sifat-sifat tanah yang mencirikan tanah Andisols, yaitu warna tanah umumnya hitam (value 2-5 dan chroma 1-6), struktur tanah remah dan gumpal, dan konsistensi tanah umumnya gembur. Sifat-sifat andik ini juga mencirikan karakteristik dari epipedon Melanik.
            Hasil analisis sifat fisika tanah pendukung identifikasi epipendon Melanik dapat dilihat pasa Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Fisika Tanah Lokasi Penelitian
Fis

Biosekuen

KP

Horizon Genetis
Tebal (cm)
Distribusi Ukuran Partikel
(%)
Kelas Tekstur
BV
g/cm3
Pasir
Debu
Liat
1
Hutan
I
Ap
AB
B1
BW
2Bl
0-24
24-55
55-67
67-88
> 88
49,09
31,11
23,45
74,56
21,92
12,48
37,55
41,07
25,12
48,13
38,77
30,25
34,98
0,39
28,87
Liat berpasir
Lempung Berliat
Lempung Berliat
Pasir Berlempung
Lempung Berliat
0,74
0,77
0,73
0,69
0,66
Semak
II
Oa
A2
B1
B2
BC
0-2
2-52
52-85
85-98
>98
29,42
49,99
33,21
49,05
31,07
46,66
48,05
22,92
17,72
36,88
23,05
3,52
43,12
33,21
31,28
Lempung
Lempung Berpasir
Liat
Liat Berpasir
Lempung Berliat
-----
0,79
0,81
0,83
0,61
2
Hutan
III
Ap
AB
B1
B2
BC
0-36
36-69
69-98
98-120
>120
29,98
23,51
19,44
25,92
37,71
52,64
56,09
48,72
42,08
25,22
15,51
18,36
31,02
31,12
36,99
Lempung Berdebu
Lempung Berdebu
Lempung Berdebu
Lempung Berliat
Lempung Berliat
0,70
0,78
0,80
0,82
0,75
Semak
IV
Oa
A1
B1
B2
BC
0-3
3-24
24-79
79-103
>103
33,88
27,07
25,84
21,61
29,34
47,94
60,91
58,07
50,15
41,05
16,70
10,23
14,18
26,01
28,59
Lempung
Lempung Berdebu
Lempung Berdebu
Lempung Berliat
Lempung Berliat
-----
0,59
0,68
0,17
0,58
Ket : 1. Fisiografi Lereng Tengah Vulkanik Tua Singgalang Bagian Timur
         2. Fisiografi Lereng Tengah Vulkanik Muda Marapi Bagian Barat
      KP. Kode Profil

            Dari Tabel 2 di atas, maka profil tanah yang diamati mempunyai nilai BV yang memenuhi syarat sebagai sifat tanah andik (penciri tanah Andisols), yaitu mempunyai BV <0,85 g/cm3. Salah satu syarat dari epipedon Melanik adalah sebagian horizon A dan horizon B, maupun keseluruhan horizon A dan horizon B, atau keseluruhan dari horizon memiliki sifat-sifat tanah Andik (Soil Survey Staff, 1990). Nilai BV yang berkisar antara 0,58-0,83 g/cm3 juga merincikan epipendon Melanik.
Pada profil I dan II di fisiografi Singgalang ( Tabel 2), fraksi pasir lebih dominan dari fraksi debu dan fraksi liat, hal ini menandakan tanah sudah mengalami proses pencucian secara horizontal maupun vertikal dengan intensif. Pada profil III dan IV di fisiografi Marapi (Tabel 2), fraksi debu lebih dominan dari fraksi pasir dan liat, sehingga karakteristik apipedon Melanik di Marapi  lebih tebal dari karakteristik epipendon Melanik di fisiografi Singgalang.
Selain sifat fisika dan identifikasi morfologi tanah, analisis sifat kimia tanah juga diperlukan untuk identifikasi karakteristik epipendon Melanik di lokasi penelitian. Hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah Penciri Karakteristik
                       Epipendon Melanik Lokasi Penelitian
Fis
Bio
sequent
KP
Horizon Genetis
Tebal (cm)
pH Tanah
C-
organik
N-total
P2O5 (ppm)
Kation Basa dd
Kej-Basa
KTK
2O
KCl
NaF
%
K
Na
Ca
Mg
%
me/100g
Me/100g
1
Hutan
I
Ap
AB
B1
BW
2Bl
0-24
24-55
55-67
67-88
> 88
5,71
5,47
5,89
5,82
5,75
5,16
4,82
5,34
5,14
5,21
11,34
11,61
11,48
11,43
11,48
5,67
4,68
2,09
1,88
3,85
0,61
0,48
0,33
0,34
0,42
260,3
113,7
134,5
94,2
129,8
1,23
1,16
0,20
0,11
0,43
0,18
0,14
0,01
0,02
0,12
9,06
5,39
7,71
4,85
5,98
1,60
1,22
1,30
0,18
0,10
47,8
39,7
52,6
31,1
38,3
25,2
21,0
17,5
16,7
17,3
Semak
II
Oa
A2
B1
B2
BC
0-2
2-52
52-85
85-98
>98
5,73
5,25
5,72
5,63
5,76
5,09
4,97
5,33
4,85
5,11
11,06
10,87
11,72
11,53
10,53
11,58
6,68
3,59
5,64
1,14
0,77
0,58
0,30
0,44
0,08
378,9
224,7
94,2
113,7
70,4
1,53
0,48
0,60
0,22
0,33
0,55
0,42
0,43
0,28
0,87
11,01
8,96
6,68
9,90
1,58
1,64
0,69
1,35
0,33
0,63
32,1
47,0
51,1
50,6
21,0
29,4
22,4
17,7
21,2
16,2
2
Hutan
III
Ap
AB
B1
B2
BC
0-36
36-69
69-98
98-120
>120
6,25
5,51
5,37
5,26
5,37
5,56
4,72
4,40
5,01
4,91
10,67
11,24
10,94
10,88
10,73
6,61
5,37
4,07
2,17
1,76
0,65
0,54
0,31
0,26
0,14
177,2
100,1
123,8
tu
tu
1,81
0,39
0,42
0,10
0,09
0,81
0,34
0,10
0,22
0,18
5,83
3,08
3,40
1,79
1,54
0,67
0,20
0,36
0,63
0,71
30,1
14,1
16,1
8,8
9,1
30,2
28,4
26,5
31,0
27,7
Semak
IV
Oa
A1
B1
B2
BC
0-3
3-24
24-79
79-103
>103
5,92
6,01
5,88
5,74
5,72
5,33
5,42
5,17
5,28
4,99
10,90
11,11
11,24
11,25
10,84
13,84
10,58
4,27
4,48
2,17
0,81
0,63
0,34
0,36
0,26
212,8
123,8
100,1
94,2
64,5
0,97
0,22
0,56
0,45
0,08
0,38
0,17
0,16
0,09
0,09
8,01
6,65
3,11
5,80
0,94
2,05
1,81
0,15
0,38
0,12
33,6
32,4
13,1
20,9
4,8
33,9
27,3
30,3
32,1
25,3
Ket : 1. Fisiografi Lereng Tengah Vulkanik Tua Singgalang Bagian Timur
         2. Fisiografi Lereng Tengah Vulkanik Muda Marapi Bagian Barat
      KP. Kode Profil
       tu . tidak terukur

Data tentang nilai pH NaF (Tabel 3) untuk pengukuran 60 menit menunjukan kisaran 10,53-11,72. Nilai pH NaF ini menunjukan bahwa profil tanah yang diamati juga mempunyai sifat andik. Menurut Shoji dan Ono (1978), bahwa pH NaF >10untuk sebagai besar horizon menunjukan indikasi bahan andik.
Pada profil I (Tabel 3), karakteristik epipendon Melanik terdapat pada ketebalan 24 cm, hal ini dicirikan dengan nilai value dan chroma dalam keadaan lembab 2, C-organik 5,67% (<6%), kejenuhan basa 47,89% (<50%), indek melanik 1,39 (<1,7) dan retensi P >85% (89,23%).
Pada  profil II (Tabel 3), epipedon Melanik mempunyai ketebalan 50 cm (batas atas lapisan organik setebal 2 cm), C-organik 6,68% (>6%), kejenuhan basa 47,01% (<50%), indek melanik 1,66 (<1,7), dan retensi P >85% (90,14%). Nilai value dan chroma pada ketebalan epipedon sudah mengalami perubahan, yaitu value dan chroma 4 (>2), namun ciri-ciri pendukung lainnya lebih menunjukan adanya karakteristik epipedon Melanik pada ketebalan 2-52 cm. Pada profil III (Tabel 3), epipedon Melanik mempunyai ketebalan 36 cm (pada kedalaman 0-36 cm), C-organik 6,61% (>6%), kejenuhan basa 30,19% (<50%), indek melanik 1,45% (<1,7), dan retensi P>85% (91,14%). Karakteristik epipedon Melanik pada profil IV (Tabel 3) mempunyai ketebalan 21 cm (3-24 cm dari permukaan tanah), nilai value dan chroma 2, C-organik 10,58% (>6%), kejenuhan basa 32,42% (>50%), indek melanik 1,23 (<1,7), dan retensi P 94,75% (>85%).
Dalam Soil Survey Staff (1990) dijelaskan bahwa karakteristik epipedon pada tanah abu vulkanik adalah epipedon Melanik, yang memiliki ketebalan 30 cm atau lebih dalam cakupan ketebalan total 40 cm, C- organik 6% atau lebih, nilai value dan chorma 2 atau lebih kecil, indek melanik <1,70, dan pada ketebalan epipedon memiliki ciri-ciri tanah Andik. Kemudian Niewenhuyse dan Breemen (1997) mengatakan bahwa kriteria epipedon Melanik, pada epipedon tersebut mempunyai kejenuhan basa <50%.
Berdasarkan hasil tersebut, maka tanah yang terbentuk pada fisiografi lereng tengah vulkanik tua Singgalang bagian timur dikategorikan mempunyai epipedon Melanik sebagai horizon penciri tanah permukaan. Profil I dengan biosequent hutan alami (Ht) memiliki ketebalan epipedon Melanik 24 cm yang tergolong sudah mengalami perubahan dari ketebalan yang disyaratkan (30 cm atau lebih). Dalam pengelolaan hutan oleh masyarakat tidak mengacu pada teknik-teknik koservasi tanah, sehingga terlihat bagian-bagian hutan terbakar akibat pembukaan lahan untuk pertanian, sehingga pengikisan tanah oleh run off selalu terjadi.  Profil II di bawah biosequent semak belukar (Sm) mempunya ketebalan epipedon Melanik 50 cm dan sudah mengalami perubahan nilai value dan chroma. Tebalnya epipedon Melanik pada profil II yang terbentuk melalui banyaknya penambahan bahan organik akibat intesifnya pelapukan sisa-sisa tanaman.
Karakteristik epipedon yang terbentuk pada fisiografi lereng tengah vulkanik muda Marapi bagian barat juga dikategorikan pada epipedon Melanik. Profil III dengan biosequent yang sama dengan profil I (vegetasi hutan) memiliki ketebalan epipedon 36 cm, C-organik >6%, N-total >0,3%, kejenuhan basa <50%, dan indek melanik <1,7.  Profil IV yang juga mempuyai biosequent yang sama profil II (vegetasi semak belukar) juga mempunyai karateristik epipedon Melanik dengan ketebalan epipedon 21 cm. Dengan demikian, profil III dan IV mempunyai syarat yang cukup lengkap dalam mencirikan epipedon Melanik.
Karakteristik epipedon Melanik di lokasi penelitian berdasarkan pada biosequent dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel. 4. Karakteristik Epipedon Melanik berdasarkan Biosequent di Lokasi Penelitian

Kriteria
Biosekuen Hutan Alami (Ht)
Biosekuen Semak Belukar (Sm)
Singgalang
Marapi
Singgalang
Marapi
Profil I (Ht)
Profil III (Ht)
Profil II (Sm)
Profil IV (Sm)
Ketebalan (cm)
24
36
50
21
Nilai Value*
2
2
4
2
Nilai Chroma*
2
2
4
2
Indek Melanik
1,39
1,45
1,66
1,23
Retensi P
89,23
91,41
90,14
94,75
Struktur Tanah
CR
CR
CR
CR
Konsistensi
LO
FR
FR
FR
Kelas Tekstur
SC
SiL
SL
SiL
BV (g/cm3)*
0,74
0,70
0,79
0,59
pH H2O
5,71
6,25
5,25
6,01
pH KCl
5,16
5,56
4,97
5,42
pH NaF*
11,34
10,67
10,87
11,11
C-Organik (%)*
5,67
6,61
6,68
10,58
BO (%)
9,74
11,36
11,50
18,19
N-Total (%)
0,61
0,65
0,58
0,63
P2O5 (ppm)
260,33
177,27
224,74
123,87
Kdd (me/100g)
1,23
1,81
0,58
0,22
Nadd (me/100g)
0,18
0,81
0,42
0,17
Cadd (me/100g)
9,06
5,83
8,96
6,65
Mgdd (me/100g)
1,60
0,67
0,69
1,81
Kejenuhan Basa (%)*
47,89
30,19
47,01
32,42
KTK (me/100g)
25,2
30,2
22,4
27,3
Ket: Cr, remah; LO, lepas; FR, gembur; SC, liat berpasir; SL, lempung berpasir;
        SiL, lempung berdebu; * syarat epipedon Melanik
        

SIMPULAN DAN SARAN
Karakteristik epipedon Melanik yang ditemukan baik di lokasi Singgalang maupun di lokasi Marapi berdasarkan biosequent masih dalam taraf melengkapi syarat-syarat untuk epipedon Melanik. Karakteristik epipedon Melanik pada biosequent hutan (Ht) dan semak (Sm) di lokasi Marapi belum mengalami degradasi sifat epipedon, sedangkan pada biosequent hutan (Ht) dan semak (Sm) di lokasi Singgalang sudah mengalami degradasi ketebalan dan kandungan C-organik. Hal ini disebabkan oleh peran manusia (petani) dalam mengelola lahan tidak mengacu pada teknik-teknik konservasi tanah dan air, sehingga proses pengikisan tanah oleh run off sangat intensif terjadi. Dengan demikian peran lokasi Marapi sebagai daerah Upper Das Anai masih sanggup menjadi daerah penyangga bagi daerah hilirnya dan disarankan untuk lokasi Singgalang perlu adanya tindakan reklamasi dan konservasi tanah melalui program reboisasi, guna meningkatkan kembali daya tahan tanah terhadap pengikisan atau erosi.


DAFTAR PUTAKA
Boul, S.W., F.D.Hole., and R.J.Mc Cracken, (1980), Soil Genesis and Clssification, Second Edition, The Lowa State Univercity Press, Amess

Birrel, K.S, (1965),  Some Properties of Vocanic Ash Soils, Meeting on Volcanic Ash Soils, FAO Report

Birkeland, P.W, (1974), Pedology, Weathering, and Geomorphologycal Research, New York Oxford University Press, London-Toronto

Cracken, Mc, R.J., R.B. Daniels, and W.E. Fulcher, (1989), Undisturbed Soils, Landscape, and Vegetation in a North Carolina Piedmont Virgin Forest, J.Soil Sci. Soc. Am, Vol. 53. p. 1146-1152

Darmawijaya, M.I, (1990), Klasifikasi Tanah, Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Gerrard, A.J, (1981), Soil and Landforms an Integration of Geomorphology and Pedology, Dep. Of Geography University of Birmingham, George Allen & Unwin, London

Gintings, A.N, (1988), Survace Run Off, Soil Erosion, and Nutrient Status Under Some Vegetation Covers in Mt. Maikiling Philiphines, Disertation of Doctor Philosophy, University of Philipines, Los Banos

Hermon, D, (2001), Studi Kontribusi Penggunaan Lahan dan Vegetasi terhadap Karakteristik Epipedon, Thesis, Universitas Andalas, Padang

Honna, T.S., Yamamoto, and K. Matsui, (1988),  A Simple Procedure to Determine Melanik Index, ICOMAND Circular Letter. No. 10. p. 76-77
Landon, J.R, (1991),  Tropical Soil Manual, Booker Agriculture International Lmt, New York

Mulyanto, B, (1990),  Some Genetic Characteristics of Soils on Volcanic Ash from West Java Indonesia, Thesis, University of Ghent, Belgia

Nieuwenhuyse, A., and N. van Baren, (1997), Quantitative Aspects of Weathering and Neoformation in Selected Costa Rican Volcanic Soil, J.Soil Sci, Soc. Am. Vol. 134. p. 149-156

Shoji, S, (1988),  Studies on the Bacterial Decomposition of Humid Acid in the Clay-Humus Mixture, J. Indian Chem. Soc. Vol. 38. p. 737-740

Shoji, S., and T. Ono, (1978), Physical and Chemical Properties and Clay Meneralogy of Andisols from Kitakami Japan, J. Soil Sci. Soc. Am, Vol. 126. p. 297-312

Soil Survey Staff, (1990), Keys of Soil Taxonomi, Dep. Agricultura, United States

van Ranst, E, (1995), Regional Pedology, Soils of the Tropic and Subtropic, Geography, Classification, Properties, and Management, Lecture Notes, University of Ghent, Belgia

Warkentin, B.P., and T. Maeda, (1980), Physical and Mechanical Characteristics of Andisols, in B.K.G. Theng (ed). Soil with Variable Charge, New Zealand Society of Soil Science, Lower Hutt. Pemerintah Pusat, p. 281-302


Tidak ada komentar:

Posting Komentar