Minggu, 13 Maret 2011

Longsor Gunung Padang


ANALISIS SPATIAL DISTRIBUSI DAN TINGKAT BAHAYA LONGSOR DI GUNUNG PADANG KOTA PADANG SUMATERA BARAT

Dedi Hermon

ABSTRACT
Target of this research is to see danger storey level and distribution slide in  Gunung Padang Kota Padang Sumatera Barat area. Method the used is method of survey with data standing criterion pursuant to  method of van Zuidam ( 1979). From research which have been conducted, to be obtained by three danger storey level slide, that is criterion is, middle, rather high, and  high. Distribution mount danger slide in bevel area under and upland  of Bukit Mata Air and also at middle bevel and upland of Bukit Gado-Gado. Criterion rather high there are at bevel under and is middle of Bukit Lantiak, middle bevel of Bukit Mata Air, bevel under, middle, and upland of Bukit Air Manis, and also bevel under Bukit Gado-Gado. Criterion of danger slide high there are middle bevel Bukit  Lantiak.

Key Word :     danger slide, slide

PENDAHULUAN
Gerakan tanah dalam bentuk tanah longsor sangat banyak terjadi di Indonesia. Pada hakekatnya, terjadinya longsor disebabkan ketidakmampuan tanah menahan beban diatasnya karena tanah sudah mengalami degradasi sifat-sifat tanah. Pada daerah-daerah dengan curah hujan yang relatif tinggi setiap tahunnya dan topografi yang berbukit sampai bergunung, dengan pola penggunaan lahan (land use) yang tidak mengacu pada teknik dan metode konservasi tanah dan air akan menimbulkan kerusakan tanah akibat erosi dan longsor (Warkentin dan Maeda, 1980; Buol et al, 1980; Birkeland,1984; Darmawijaya, 1990).
Pada lahan-lahan yang mempunyai topografi berbukit sampai bergunung dengan kemiringan lereng yang relatif curam (>25%), dalam perencanaan penggunaan lahan (land use planning) digunakan untuk daerah konservasi (hutan), namun dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kemiskinan, lahan-lahan tersebut digunakan untuk areal permukiman dan pertanian yang cukup intensif, sehingga tidak sesuai dengan kemampuan lahan (land capability) itu sendiri. Akibatnya, terjadi kerusakan-kerusakan lahan yang dicirikan oleh solum tanah yang relatif dangkal dan erodibilitas tanah tinggi dan menjadikan tanah mempunyai daya tahan yang rendah terhadap proses-proses erosi dan gerakan massa/longsor (Seta, 1987; Knox, 2000; Thomas, 2000). Menurut Davidson (1980); Renshler, Mannaerts, dan Diekkruger (1999), degradasi sifat-sifat tanah yang dapat menyebabkan rentannya kerusakan tanah tidak akan terjadi apabila penggunaan lahan yang diterapkan selalu memperhatikan kaidah-kaidah dan teknik konservasi tanah. Dengan kata lain, penggunaan lahan (land use) harus sesuai dengan kemampuan lahan (land capability) tersebut.
Gerakan tanah dalam bentuk tanah longsor (landslide) adalah bentuk erosi yang sangat berat, terjadi akibat bobot tanah tidak mampu menahan daya dorong aliran bawah permukaan. Zuidam (1979) mengatakan bahwa longsor merupakan gerakan material tanah atau batuan menuruni lereng yang disebabkan oleh gaya grafitasi. Umumnya longsor terjadi akibat pengaruh aktivitas manusia dalam mengelola lahan, terutama dalam mengelola lahan pada daerah yang berlereng. Pola penggunaan lahan (tanah) yang tidak memperhatikan teknik-teknik konservasi akan menimbulkan kerusakan lahan, sehingga keseimbangan lahan akan terganggu dan rentan terjadi longsor.
Dewasa ini, longsor sering terjadi di Sumatera Barat, khususnya di daerah Gunung Padang mendatangkan banyak korban seperti yang terjadi pada lokasi semakin sering terjadi di Bukit Lantiak, Bukit Gado-Gado, Bukit Mata Air, dan Bukit Air Manis. Bencana tanah longsor yang terjadi di Bukit Lantiak pada tahun 2000 yang menewaskan puluhan jiwa, tergolong pada bencana tanah longsor yang cukup parah, sehingga dianggap sebagai bencana daerah Sumatera Barat dan Nasional. Dari segi administratif, daerah-daerah yang sangat rawan terhadap bencana tanah longsor adalah Kelurahan Seberang Palinggam, Kelurahan Batang Arau, dan Kelurahan Air Manis (PBA Kota Padang, 2005).
Persoalan manajemen lahan  di daerah Gunung Padang adalah penerapan penggunaan lahan (land use application) yang tidak mengacu pada kemampuan lahan (land capability) tersebut, sehingga lahan-lahan yang tidak sesuai untuk permukiman tetap digunakan untuk permukiman dan pola penggunaan lahan untuk pertanian, baik holtikutura dan kebun campuran, maupun tegalan sama sekali tidak mengacu pada tindakan konservasi tanah dan air, sehingga daya tahan tanah terhadap pengaruh-pengaruh yang merusak sangat rendah sekali.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey yang dilakukan secara deskriptif, berdasarkan pada lereng, dimana sampel diambil pada lereng bawah, lereng tengah, dan lereng atas. Pengambilan sampel dilakukan pada profil tanah pada setiap bagian lereng (lereng bawah, lereng tengah, dan lereng atas). Profil tanah diletakkan secara acak,  pada setiap bagian lereng dengan  pengambilan sampel sebanyak 4 ulangan. Macam analisis tanah (parameter yang diamati) dan metode yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) permeabilitas tanah dengan metode grafimetrik, (2) analisis tekstur tanah (3 fraksi) dengan metode pipet, (3) analisis C-organik dengan metode Walkley dan Black, kemudia dihitung % bahan organik, (4) BV dengan metode grafimetri. Analisis data berdasarkan sifat-sifat tanah dan lahan, sedangkan pengharkatan dan analisis tingkat bahaya longsor berdasarkan formula van Zuidam (1979)

HASIL DAN PEMBAHASAN
1.   Karakteristik   Tanah   dan  Lahan Penyebab Terjadinya Longsor di Lokasi Penelitian
Sifat-sifat tanah yang tergolong sebagai penyebab terjadinya longsor dalam penelitian ini adalah kedalaman solum, kelas tekstur, struktur tanah, persentase C-organik, Bulk Density, dan permeabilitas tanah. Sifat-sifat tersebut merupakan satu kesatuan faktor tanah yang berhubungan satu sama lainnya dalam mempengaruhi terjadinya longsor. Menurut proses terjadinya longsor, diawali dengan rendahnya daya tahan tanah terhadap pengancuran agregat, yang mengakibatkan lepasnya ikatan masing-masing partikel tanah, sehingga menghilangkan kekuatan tanah untuk diluncurkan atau dijatuhkan. Kalau struktur pelapisan batuan datar, longsor tidak akan terjadi, tapi dengan dukungan struktur pelapisan batuan yang miring, maka longsor sangat mudah terjadi. Karakteristik tanah yang mendukung terjadinya longsor di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1  berikut.


Tabel 1.  Sifat-Sifat Tanah Penyebab Longsor di Lokasi Penelitian
KP
Lokasi
(Bukit)
Posisi
Solum
(cm)
Tekstur
Kelas Tekstur
Struktur
C-org
(%)
BV
(g/cm3)
P
(cm/jam)
KA*
(%)
KKA*
Pasir
Debu
Liat
I
Lantiak
LB
63
43.52
18.61
37.88
CL
Gumpal
1.28
1.04
10.30
6.03
1.06
II
LT
95
28.33
29.06
42.61
C
Granular
1.06
0.98
9.67
54.11
1.54
III
LA
54
39.25
22.98
37.88
CL
Gumpal
1.58
1.05
11.38
16.99
1.17
IV
Mata Air
LB
55
34.56
38.75
26.70
L
Remah
1.96
1.03
11.79
17.26
1.18
V
LT
62
48.62
19.19
33.19
SCL
Gumpal
1.78
1.10
12.59
11.23
1.12
VI
LA
65
37.60
32.38
30.03
CL
Remah
1.19
0.92
11.22
15.84
1.16
VII
Air
Manis
LB
80
37.07
21.77
44.46
C
Gumpal
1.51
0.91
10.91
15.72
1.15
VIII
LT
84
39.99
19.18
40.83
C
Gumpal
1.18
0.96
7.43
5.91
1.06
IX
LA
64
36.99
21.52
41.49
C
Gumpal
1.30
1.01
4.41
7.74
1.08
X
Gado-Gado
LB
65
30.56
30.33
39.11
CL
Gumpal
0.73
0.90
11.65
11.05
1.11
XI
LT
73
39.71
24.77
35.35
CL
Gumpal
1.28
0.91
9.75
5.76
1.06
XII
LA
67
44.38
20.32
35.31
CL
Gumpal
0.97
0.99
9.17
8.67
1.09
Ket: KP, Kode Profil
        *, tidak termasuk dalam pembahasan tingkat bahaya longsor  di lokasi penelitian
        LB, lereng bawah; LT, lereng tengah; LA, lereng atas,    C, clay; L, loam; S, sand,  Si, silt     
        P, permeabilitas; KA, kadar air; KKA, koefisient kadar air

Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa solum tanah berkisar antara 54-84 cm dengan kriteria dangkal-sedang (harkat 2-3). Kelas tekstur tanah berkisar adalah CL (lempung berliat, dengan kriteria sedang, harkat 3), L (lempung, dengan kriteria sedang, harkat 3), C (liat, dengan kriteria halus, harkat 4), dan SCL (lempung liat berpasir, dengan kriteria sedang, harkat 3). Struktur tanah umumnya gumpal (kriteria sedang, harkat 3), remah (kriteria sangat baik, harkat 1), dan granular (kriteria baik, harkat 2). Sedangkan C-organik berkisar antara 0,73-1,96% dengan kriteria rendah (harkat 4), nilai BV berkisar antara 0,90-1,10 g/cm3 dengan kriteria baik (harkat 2), dan nilai permeabilitas tanah berkisar antara 4,41-12,59 cm/jam dengan kriteria sedang-sangat cepat (harkat 1-3). Sistem pengharkatan untuk melihat tingkat bahaya longsor dapat dilihat pada Tabel 2 (Lampiran 1).
Selain sifat-sifat di atas sebagai faktor yang bisa menimbulkan longsor, faktor lahan juga sangat menentukan terjadinya longsor di lokasi penelitian. Lahan-lahan yang relatif datar dan struktur pelapisan batuan juga relatif datar tidak bisa menimbulkan longsor, meskipun sifat-sifat tanah sangat mendukung terjadinya longsor. Sifat-sifat lahan penyebab longsor dalam penelitian ini adalah kemiringan lereng, panjang lereng, struktur pelapisan batuan, kedalaman muka air tanah, penggunaan lahan, dan curah hujan. Karakteristik lahan yang mendukung terjadinya longsor di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3.  Sifat-Sifat Lahan Penyebab Longsor di Lokasi Penelitian
KP
Lokasi
(Bukit)
Posisi
KemiringanLereng
(%)
Panjang Lereng
(m)
Bentuk Lereng*
Struktur Lapisan Batuan
(%)
Kdl. Muka Air Tanah
(cm)
Land Use
Curah Hujan**
(mm/bulan)


I
Lantiak
LB
27.5
12
Cekung
MC
150
P
332.47

II
LT
26,3
67
Komplek
MD
55
P
332.47

III
LA
41.2
55
Komplek
MC
--
Kc
332.47

IV
Mata Air
LB
19.0
48
Cekung
MC
60
Sm
332.47

V
LT
24,4
77
Komplek
MC
120
P
332.47

VI
LA
37,4
23
Komplek
MC
--
Sm
332.47

VII
Air
Manis
LB
14.5
27
Cekung
MC
140
P
332.47

VIII
LT
27.1
34
Cembung
MC
185
Kc
332.47

IX
LA
42.0
12
Komplek
MC
--
Kc
332.47

X
Gado-Gado
LB
23.4
18
Cembung
MC
86
Kc
332.47

XI
LT
27.6
85
Cembung
MC
--
Sm
332.47

XII
LA
38.7
34
Komplek
MC
--
Sm
332.47

Ket: KP, Kode Profil
        *, tidak termasuk dalam pembahasan tingkat bahaya longsor  di lokasi penelitian, **, rata-rata
        LB, lereng bawah; LT, lereng tengah; LA, lereng atas
        MC, miring dengan pelapisan keras lunak pada medan bergelombang (14-30%)
        MD, miring dengan pelapisan keras lunak pada medan bergelombang (>30)
       
Dari Tabel 3 di atas terlihat bahwa kemiringan lereng lokasi penelitian berkisar antara 14,5-42,0% dengan kriteria miring-curam (harkat 2-4) dan panjang lereng antara 12-85m dengan kriteria pendek-panjang (harkat 1-3). Struktur pelapisan batuan umumnya miring dengan medan yang bergelombang. Kemiringan struktur batuan di daerah penelitian >14%, dengan persentase kemiringan batuan yang miring-curam (harkat 3-4) sangat potensial sekali dalam memicu terjadinya longsor di lokasi penelitian. Selain itu, kedalaman muka air tanah tergolong cukup dangkal, yaitu berkisar antara 55-185 cm, dengan kriteria dangkal-agak dangkal (harkat 3-4).
Pola penggunaan lahan yang diusahakan oleh masyarakat di daerah penelitian umumnya permukiman dan kebun campuran. Permukiman umumnya menyebar dan terkosentrasi pada lereng bawah dan menyebar ke lereng tengah, sedangkan kebun campuran diusahakan umumnya pada lereng tengah dan lereng atas lokasi penelitian. Sistem penggunaan lahan yang diusahakan oleh masyarakat tidak sesuai dengan rencana penggunaan lahan yang telah dikeluarkan oleh Kota Padang, yaitu seluruh lahan di daerah Gunung Padang seharusnya dijadikan lahan hutan. Kemudian pola penggunaan lahan untuk kebun campuran juga tidak mengacu pada tindakan dan teknik konservasi tanah dan air, sehingga menimbulkan kerusakan tanah yang secara tidak langsung mempengaruhi kemudahan tanah untuk dilongsorkan apalagi didukung oleh curah hujan yang relatif tinggi (rata-rata 332,47 mm/bulan).
2.      Distribusi dan Tingkat Bahaya Longsor di Lokasi Penelitian
Hasil analisis terhadap tingkat bahaya longsorlahan di lokasi penelitian (Tabel 4), diperoleh tiga kelas tingkat bahaya lonsor, yaitu kelas tingkat bahaya longsor dengan kriteria sedang, agak tinggi, dan tinggi. Kelas tingkat bahaya longsor dengan kriteria sedang terdapat pada lereng bawah  dan lereng atas Bukit Mata Air serta lereng tengah dan lereng atas Bukit Gado-Gado.
Tabel 4 .  Distribusi dan Karakteristik Longsor dengan Tingkat Bahaya Longsor Sedang di Lokasi Penelitian

Distribusi
Faktor Penyebab Longsor
Data
Kriteria
Tingkat Bahaya Longsor
1. Lereng Bawah  Bukit Mata Air
2. Lereng Atas Bukit Mata Air
3. Lereng Tengah Bukit Gado-Gado
4. Lereng Atas Bukit Gado-Gado

Kedalaman Solum (cm)
55-73
Dangkal-Sedang
SEDANG
Kelas Tekstur Tanah
L dan CL
Sedang
Struktur Tanah
R dan G
Sangat Baik dan Sedang
C-organik (%)
0,97-1,96
Rendah
BV (g/cm3)
0,91-1,03
Baik
Permeabilitas (cm/jam)
9,17-11,79
Cepat-Sangat Cepat
Kemiringan Lereng (%)
19,0-37,4
Miring-Agak Curam
Panjang Lereng (m)
28-85
Sedang-Panjang
Struktur Lapisan Batuan
MC
Jelek
Kemiringan Struktur Batuan %
28
Jelek
Kedalaman Muka Air Tanah (cm)
60
Dangkal
Penggunaan Lahan
Sm
Agak Baik-Baik
Curah Hujan (mm/bulan)
332,47
Sangat Tinggi
Ket: L, loam; CL, loam clay; R, remah; G, gumpal; Sm, semak; Ht, hutan
        MC, miring dengan pelapisan keras lunak pada medan bergelombang (14-30%)
Dari Tabel 4  di atas terlihat bahwa distribusi tingkat bahaya longsor sedang di lokasi penelitian  adalah  lereng bawah Bukit Mata Air, lereng atas Bukit Mata Air, lereng tengah Bukit Gado-Gado, dan lereng atas Bukit Gado-Gado. Tingkat bahaya longsor sedang di lokasi ini disebabkan oleh sistem penggunaan lahan yang masih tergolong pada kriteria alami, yaitu semak dan hutan, yang mempengaruhi kedalaman solum, tekstur, struktur, C-organik, BV, dan permeabilitas tanah, walaupun kemiringan lereng, struktur dan kemiringan lapisan batuan sangat mendukung terjadinya longsor, namun dengan baiknya sifat-sifat tanah  di lokasi ini, menyebabkan bahaya longsor tergolong pada kriteria sedang.
Kelas tingkat bahaya longsor dengan kriteria agak tinggi terdapat pada lereng bawah dan lereng atas Bukit Lantiak, lereng tengah Bukit Mata Air, lereng bawah, tengah, serta atas Bukit Air Manis, dan lereng bawah Bukit Gado-Gado.
Tabel 5.   Distribusi dan Karakteristik Longsor dengan Tingkat Bahaya Longsor Agak Tinggi di Lokasi Penelitian

Distribusi
Faktor Penyebab Longsor
Data
Kriteria
Tingkat Bahaya Longsor
1. Lereng Bawah Bukit Lantiak
2. Lereng Atas Bukit Lantiak
3. Lereng Tengah Bukit Mata Air
4. Lereng Bawah Bukit Air Manis
5. Lereng Tengah Bukit Air Manis
6. Lereng Atas Bukit Air Manis
7. Lereng Bawah Bukit Gado-Gado
Kedalaman Solum (cm)
54-84
Dangkal-Sedang
AGAK TINGGI
Kelas Tekstur Tanah
C, CL, dan SCL
Sedang
Struktur Tanah
G
Sedang
C-organik (%)
0,73-1,78
Rendah
BV (g/cm3)
0,90-1,10
Baik
Permeabilitas (cm/jam)
4,41-12,59
Sedang-Sangat Cepat
Kemiringan Lereng (%)
14,5-42,0
Miring-Curam
Panjang Lereng (m)
12-55
Pendek-Sedang
Struktur Lapisan Batuan
MC
Jelek
Kemiringan Struktur Batuan (%)
29
Jelek
Kedalaman Muka Air Tanah (cm)
86-185
Dangkal-Agak Dangkal
Penggunaan Lahan
P dan Kc
Jelek-Sedang
Curah Hujan (mm/bulan)
332,47
Sangat Tinggi
Ket: L, loam; CL, loam clay; SCL, loam clay sand; G, gumpal;
        P, permukiman; Kc, kebun campuran
        MC, miring dengan pelapisan keras lunak pada medan bergelombang (14-30%)
Dari Tabel 5 di atas terlihat bahwa distribusi tingkat bahaya longsor sedang di lokasi penelitian  adalah  lereng bawah Bukit Lantiak, lereng atas Bukit Lantiak, lereng tengah Bukit Mata Air, lereng bawah Bukit Air Manis, lereng tengah Bukit Air Manis, lereng atas Bukit Air Manis, dan Lereng Bawah Bukit Gado-Gado. Tingkat bahaya longsor yang agak tinggi di lokasi ini disebabkan oleh sistem penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana penggunaan lahan, dimana lahan di lokasi ini digunakan untuk permukiman dan kebun campuran, sehingga mempengaruhi kedalaman solum, tekstur, struktur, C-organik, BV, dan permeabilitas tanah, dan di dukung oleh  kemiringan lereng, struktur dan kemiringan lapisan batuan, sangat mendukung terjadinya longsor, karena sifat-sifat tanah  di lokasi ini sudah mengalami degradasi yang menyebabkan tanah mudah dihancurkan dan diluncurkan ke bawah lereng pada saat longsor terjadi.
Kelas tingkat bahaya longsor dengan kriteria tinggi terdapat pada titik sampel II, merupakan lereng tengah (LT) dari Bukit Lantiak. Tingginya tingkat bahaya longsor di lokasi ini umumnya disebabkan oleh dibangunnya kosentrasi permukiman yang cukup padat dan disertai dengan pemotongan lereng. Selain itu, lokasi ini juga digunakan masyarakat untuk kolam yang dialiri air dari atas bukit. Hal ini sangat membahayakan sekali terhadap daya tahan tanah terhadap longsor, dan tanah sangat terbebani oleh beban yang cukup berat akibat permukiman di atasnya.
Tabel 6.   Distribusi dan Karakteristik Longsor dengan Tingkat Bahaya Longsor Tinggi di Lokasi Penelitian

Distribusi
Faktor Penyebab Longsor
Data
Kriteria
Tingkat Bahaya Longsor
1. Lereng Tengah Bukit Lantiak

Kedalaman Solum (cm)
95
Dalam
TINGGI
Kelas Tekstur Tanah
C
Halus
Struktur Tanah
G
Sedang
C-organik (%)
1,06
Rendah
BV (g/cm3)
0,98
Baik
Permeabilitas (cm/jam)
9,67
Cepat
Kemiringan Lereng (%)
26,3
Agak Curam
Panjang Lereng (m)
67
Panjang
Struktur Lapisan Batuan
MD
Jelek
Kemiringan Struktur Batuan (%)
46
Jelek
Kedalaman Muka Air Tanah (cm)
55
Dangkal
Penggunaan Lahan
P
Jelek
Curah Hujan (mm/bulan)
332,47
Sangat Tinggi
Ket: C; clay; G, gumpal;   P, permukiman; Kc, kebun campuran
        MC, miring dengan pelapisan keras lunak pada medan bergelombang (14-30%)
Dari Tabel 6 di atas terlihat bahwa distribusi tingkat bahaya longsor tinggi di lokasi penelitian  hanya terdapa di lereng tengah Bukit Lantiak.Tingkat bahaya longsor yang tinggi di lokasi ini disebabkan oleh sistem penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana penggunaan lahan, dimana lahan di lokasi ini umumnya digunakan untuk permukiman dan pembuatan kolam di lahan pekarangan rumah, sehingga mempengaruhi beban yang harus ditahan tanah dan adanya air yang tergenang yang berfungsi sebagai peluncur tanah ke arah bawah lereng, keadaan ini juga di dukung oleh  kemiringan lereng, struktur dan kemiringan lapisan batuan, sangat mendukung terjadinya longsor.

DAFTAR PUTAKA

Birkeland, P.W. 1974. Pedology, Weathering, and Geomorphological Research. New York Oxford University Press. London-Toronto
Buol, S.W., F.D. Hole., and R.J. Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. Second Edition. The Iowa State University Press. Amess
Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Davidson, D.A. 1980. Soils and Land Use Planning. Longman. London
Knox, J.C. 2000. Agricultural Influence on Landscape Sensitivity in the Upper Mississipi River Valley. Catena: 42, 195-226
PBA. 2005. Data-Data Bencana Alam Kota Padang. Pusat Bencana Alam Kota Padang. Padang
Renschler, C.S., C. Mannaerts., and B. Diekkruger. 1999. Evaluating Spatial and Temporal Variability in Soil Erosion Risk-Rainfall Erosivity and Soil Loss Ratios in Andalusia, Spain. Catena: 34, 209-225
Seta, A.K. 1992. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Pustaka Jaya, Bandung, pp 42-45
Thomas, M.F. 2000. Landscape Sensitivity in Time and Space. Catena: 42, 83-99
Warkentin, W.G., and T. Maeda. 1980. Physical and Mechanical Characteristics of  Andisols. In B.K.G. Theng (ed). Soils with Variable Charge. New Zealand Society of  Soil Science. Lower Hutt. Pp. 281-302
Zuidan and Zuidam Concelado. 1979. Terrain Analysis and Classification Using Aerial Photograph. A Geomorphologycal Approach. ITC Texbook of Photo Interpretation Vol 7, pp 2-23. Netherland 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar